Pendosawalan Kalinyamatan Jepara

23 Agustus 2025

Stop Bullying : Renungan dari Surat Al-Hujurat Ayat 11


Pendahuluan

Dalam kehidupan sosial, interaksi antar sesama manusia adalah hal yang tak terhindarkan. Namun, seringkali kita terjebak dalam perbuatan yang dapat menyakiti perasaan orang lain, seperti merendahkan, mencela, atau bahkan memanggil dengan julukan yang buruk. Islam, sebagai agama yang mengajarkan akhlak mulia, memberikan petunjuk jelas untuk menghindari perilaku tercela ini. Salah satu petunjuk paling penting dan mendalam terkandung dalam Al-Qur'an, yaitu Surat Al-Hujurat ayat 11. Ayat ini tidak hanya sekadar larangan, tetapi juga sebuah fondasi untuk membangun masyarakat yang penuh kasih sayang dan saling menghargai. Berikut adalah teks Surat Al-Hujurat ayat 11:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Terjemahan:

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling mema1nggil dengan julukan-julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."

Penjelasan 

Ayat ini secara eksplisit melarang tiga perbuatan tercela yang sering terjadi dalam interaksi sosial:

  1. Mengolok-olok (sukhriyah): Larangan ini ditujukan kepada laki-laki maupun perempuan. Mengolok-olok adalah merendahkan, mengejek, atau menertawakan orang lain karena suatu kekurangan, baik fisik, status sosial, maupun kekurangan lainnya. Allah mengingatkan bahwa bisa jadi orang yang diolok-olok itu memiliki kedudukan yang lebih mulia di sisi-Nya. Hanya Allah yang mengetahui hakikat hati dan amal seseorang.

  2. Mencela (lamz): Larangan ini mencakup perbuatan mencela, menghina, atau mengkritik orang lain dengan cara yang menyakitkan, baik melalui lisan, isyarat, maupun tulisan. Mencela bisa juga diartikan sebagai "aib" atau "cela" yang dicari-cari pada diri orang lain.

  3. Memanggil dengan julukan yang buruk (tanabuz bil alqab): Ini adalah larangan untuk memanggil orang lain dengan nama atau julukan yang tidak disukai atau mengandung hinaan, seperti "si gendut," "si pendek," "si ceking," atau julukan lain yang bertujuan merendahkan. Panggilan semacam ini dapat melukai hati dan merusak hubungan.

Ayat ini kemudian ditutup dengan peringatan keras bahwa perbuatan tersebut adalah "fasik" (pelanggaran besar) setelah seseorang beriman. Artinya, orang yang beriman seharusnya menjauhi perilaku-perilaku tersebut. Barangsiapa yang tidak bertobat dari perbuatan ini, maka ia termasuk golongan "orang-orang yang zalim", yaitu orang yang berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri dan orang lain.

Hadis Terkait

Larangan dalam ayat ini diperkuat oleh banyak hadis Rasulullah ﷺ. Salah satunya adalah hadis berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

Terjemahan:

"Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: 'Janganlah kalian saling mendengki, jangan saling menipu, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, dan janganlah sebagian kalian menjual atas penjualan sebagian yang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, ia tidak boleh menzaliminya, tidak boleh membiarkannya (terhinakan), dan tidak boleh merendahkannya. Ketakwaan itu ada di sini (beliau menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seseorang dianggap buruk jika ia merendahkan saudara Muslimnya. Setiap Muslim haram (diganggu) darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas Muslim yang lain.'" (HR. Muslim)

Hadis ini secara gamblang menegaskan bahwa merendahkan orang lain adalah perbuatan yang sangat buruk. Bahkan, Nabi ﷺ menyebutkan bahwa merendahkan orang lain sudah cukup untuk membuat seseorang dianggap buruk. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya perbuatan merendahkan martabat orang lain di mata Islam.

Pendapat Para Ulama

Para ulama sepakat bahwa ayat ini menjadi dasar etika sosial dalam Islam. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini melarang setiap bentuk penghinaan, baik dengan ucapan, perbuatan, maupun isyarat. Beliau menekankan bahwa julukan-julukan yang buruk seringkali menjadi pemicu pertengkaran dan permusuhan.

Imam As-Sa'di menafsirkan bahwa larangan ini mencakup semua jenis penghinaan, tidak hanya dari segi fisik, tetapi juga dari segi status, kekayaan, atau keturunan. Beliau menegaskan bahwa kehormatan seorang Muslim itu suci dan wajib dijaga.

Implementasi di Era Modern

Di era digital dan media sosial saat ini, aplikasi dari ayat ini menjadi semakin relevan dan mendesak. Perilaku cyberbullying, membuat meme yang merendahkan, atau bahkan sekadar komentar negatif di media sosial adalah bentuk-bentuk modern dari sukhriyah (mengolok-olok), lamz (mencela), dan tanabuz bil alqab (memanggil dengan julukan buruk). Internet seringkali menjadi wadah di mana orang merasa bebas untuk merendahkan orang lain tanpa konsekuensi. Padahal, dampak emosional dan mentalnya bisa jauh lebih besar. Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu menjaga lisan dan jari-jemari kita.

Solusi untuk Menghindari Perbuatan Tercela

  1. Meningkatkan Kesadaran Diri: Selalu ingat bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Jangan merasa lebih baik dari orang lain.

  2. Empati: Sebelum berbicara atau bertindak, pikirkan bagaimana perasaan jika kita yang berada di posisi mereka.

  3. Kendali Lisan dan Jari: Biasakan untuk berpikir sebelum berbicara atau mengetik. Jika tidak ada hal baik untuk dikatakan, lebih baik diam.

  4. Menyadari Akibat: Pahami bahwa mengolok-olok, mencela, dan memberi julukan buruk dapat merusak hubungan, menyakiti hati, dan bahkan memutus tali silaturahmi.

  5. Memperbanyak Istighfar: Jika terlanjur melakukan kesalahan, segera bertobat dan memohon ampunan kepada Allah serta meminta maaf kepada orang yang disakiti.

Kesimpulan 

Surat Al-Hujurat ayat 11 adalah pedoman emas bagi setiap Muslim untuk membangun masyarakat yang damai dan saling menghargai. Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak menilai orang lain dari penampilan luarnya, tetapi dari akhlak dan ketakwaannya. Mengolok-olok, mencela, dan memberi julukan buruk adalah cerminan dari hati yang tidak bersih. Sebaliknya, menghargai dan memuliakan orang lain adalah tanda dari keimanan yang sejati.

"Janganlah lisanmu menjadi pedang yang melukai, biarlah ia menjadi mata air yang menyegarkan."

Share:

21 Agustus 2025

(3) Tiga Amalan yang Tak Pernah Putus : Doa Anak Saleh


Dalam dua seri sebelumnya, kita telah membahas sedekah jariah dan ilmu yang bermanfaat. Kini, kita sampai pada amalan ketiga, yang mungkin paling personal dan menyentuh hati: doa anak saleh.
Rasulullah SAW bersabda:
"إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ"
(“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.”) (HR. Muslim)

Mengapa Doa Anak Saleh Begitu Istimewa?

Doa seorang anak saleh memiliki kekuatan yang luar biasa. Doa ini tidak hanya menjadi amalan yang terus mengalir bagi orang tua yang sudah wafat, tetapi juga mencerminkan keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya. Artinya, pahala dari doa itu tidak hanya berasal dari doa itu sendiri, melainkan juga dari investasi pendidikan dan pembinaan yang telah ditanamkan oleh orang tua.

Dalil dari Al-Qur'an dan Hadis

Al-Qur'an secara langsung mengajarkan kita untuk mendoakan orang tua. Allah SWT berfirman:
"وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا"
("Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Wahai Tuhanku, sayangilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidik aku pada waktu kecil.'") (QS. Al-Isra': 24)
Ayat ini adalah perintah langsung kepada setiap anak untuk mendoakan orang tuanya, baik saat mereka masih hidup maupun setelah meninggal.
Selain itu, hadis-hadis juga banyak menegaskan hal ini. Rasulullah SAW bersabda:
"إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ أَنَّى لِي هَذَا؟ فَيُقَالُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ"
("Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga, lalu hamba itu bertanya, 'Wahai Rabbku, dari mana ini?' Allah menjawab, 'Itu adalah sebab doa istighfar anakmu untukmu.'") (HR. Ahmad)

Mendidik Anak Menjadi Saleh

Menyadari pentingnya doa anak saleh, orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik anak-anak mereka dengan baik. Pendidikan ini mencakup:
 * Pendidikan Agama: Mengajarkan tauhid, shalat, membaca Al-Qur'an, dan akhlak mulia sejak dini.
 * Keteladanan: Orang tua harus menjadi contoh nyata dalam beribadah dan berakhlak baik. Anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat daripada apa yang mereka dengar.
 * Kasih Sayang dan Perhatian: Mendidik anak tidak hanya dengan perintah, tetapi juga dengan kasih sayang. Hubungan yang hangat dan penuh cinta akan membuat anak lebih mudah menerima nasihat dan tumbuh menjadi pribadi yang baik.

Pandangan Ulama

Para ulama sepakat bahwa doa anak saleh adalah salah satu pintu rahmat terbesar bagi orang tua yang sudah meninggal. Imam Nawawi, dalam syarahnya, menjelaskan bahwa anak saleh adalah hasil dari usaha dan jerih payah orang tua. Dengan kata lain, doa yang dipanjatkan oleh anak merupakan "buah" dari "pohon" yang ditanam oleh orang tua semasa hidupnya.
Ibnu Qudamah, dalam kitabnya, juga menekankan bahwa doa anak adalah amalan yang sangat berharga. Doa ini dapat meringankan beban orang tua di alam kubur, mengampuni dosa-dosa mereka, dan mengangkat derajat mereka di sisi Allah.

Kesimpulan

Ketiga amalan yang tidak terputus ini—sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak saleh—adalah tiga jalan utama menuju investasi akhirat yang berkelanjutan. Doa seorang anak saleh adalah hadiah terindah dan bukti nyata bahwa warisan paling berharga yang bisa kita tinggalkan bukanlah harta, melainkan keturunan yang beriman dan berakhlak mulia. Dengan mendidik anak-anak kita menjadi saleh, kita telah menyiapkan "mata air" pahala yang tidak akan pernah kering.

"Tugas orang tua bukan hanya memberi makan, tapi menanamkan iman, agar suatu saat tangan mungil yang kita genggam itu menjadi penolong di Hari Perhitungan."


Share:

(2) Tiga Amalan yang Tak Pernah Putus Pahalanya : Keabadian Ilmu yang Bermanfaat

Setelah membahas sedekah jariyah, kini kita beranjak pada amalan kedua yang pahalanya terus mengalir: ilmu yang bermanfaat.
Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
(“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.”) (HR. Muslim)

Apa Itu Ilmu yang Bermanfaat?

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diajarkan, diamalkan, atau disebarkan, dan terus memberikan manfaat bagi orang lain. Ini adalah ilmu yang membuat seseorang menjadi lebih baik, baik dalam urusan agama maupun dunia. Berbeda dengan sedekah jariah yang berbentuk materi, ilmu yang bermanfaat adalah sedekah non-materi yang dampaknya bisa jauh lebih besar dan luas.

Dalil dari Al-Qur'an dan Hadits

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

​"Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, 'Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,' maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, 'Berdirilah kamu,' maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan." ​(QS. Al-Mujadilah: 11)

Ayat ini menegaskan tingginya derajat orang-orang yang beriman  dan  diberi ilmu oleh Allah SWT. Ilmu menjadi kunci untuk memahami agama, mengenal Allah, dan menjalani hidup dengan lebih baik.
Selain itu, Rasulullah SAW juga sangat memotivasi umatnya untuk menuntut ilmu. Beliau bersabda:

"مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ"
("Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.") (HR. Muslim)

Mengajarkan ilmu adalah bagian dari menuntut ilmu itu sendiri, dan pahalanya tidak akan pernah terputus. Dengan mengajarkan dan menyebarkan ilmu akan semakin banyak orang yang akan paham dan mendapatkan ilmu serta pengetahuan.

Contoh Ilmu yang Bermanfaat

Ilmu yang bermanfaat tidak hanya terbatas pada ilmu agama. Ilmu dunia yang digunakan untuk kebaikan juga termasuk di dalamnya:
 * Mengajarkan membaca Al-Qur'an: Setiap huruf yang dibaca oleh murid-murid Anda, pahalanya akan terus mengalir kepada Anda.
 * Menulis buku atau artikel baik secara fisik maupun elektronik: Selama tulisan Anda dibaca dan diamalkan oleh orang lain, pahalanya akan terus bertambah. Ini termasuk menulis buku-buku agama, sains, atau bahkan keterampilan praktis yang membantu orang lain.
 * Menciptakan inovasi: Inovasi di bidang teknologi, kesehatan, atau pertanian yang bermanfaat bagi umat manusia juga termasuk ilmu yang bermanfaat. Misalnya, seorang dokter yang menemukan metode pengobatan baru yang menyelamatkan banyak nyawa akan terus mendapatkan pahala dari setiap pasien yang sembuh berkat ilmunya.

Pandangan Ulama

Para ulama, seperti Imam Nawawi dan Ibnu Qudamah, menekankan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah salah satu amalan terbaik. Ilmu adalah pondasi dari semua amalan. Amalan seseorang tidak akan diterima jika tidak didasari oleh ilmu. Oleh karena itu, mengajarkan ilmu adalah salah satu bentuk ibadah yang paling utama, karena ia memperbaiki amalan banyak orang.

Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya Jami' Al-Ulum wa Al-Hikam menyebutkan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah, serta ilmu lain yang mendukungnya, seperti bahasa Arab dan ilmu-ilmu syar'i lainnya. Namun, ia juga menegaskan bahwa ilmu dunia yang bermanfaat bagi umat juga sangat dianjurkan.

Kesimpulan

Ilmu yang bermanfaat adalah warisan terindah yang bisa kita tinggalkan. Ia adalah investasi spiritual yang tidak mengenal batas. Dengan mengajarkan, menulis, atau menyebarkan ilmu, kita tidak hanya menjadi penyebab kebaikan di dunia, tetapi juga memastikan aliran pahala kita tetap deras, bahkan saat jasad kita sudah terbaring di dalam tanah.

​​"Jangan hanya menimbun ilmu, sebarkanlah. Karena ilmu yang dibagi ibarat benih; semakin banyak yang kau tanam, semakin banyak pula pohon kebaikan yang akan tumbuh untukmu."

Share:

20 Agustus 2025

(1) Tiga Amalan yang Tak Pernah Putus Pahalanya : Keajaiban Sedekah Jariyah




Di antara berbagai ibadah dalam Islam, ada amalan-amalan istimewa yang pahalanya terus mengalir, bahkan setelah pelakunya meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ 
"Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim)


Apa Itu Sedekah Jariyah?
Secara bahasa, sedekah berarti pemberian sukarela, sementara jariah berarti mengalir atau terus-menerus. Jadi, sedekah jariah adalah sedekah yang manfaatnya tidak habis sekali pakai, melainkan terus mengalir seiring berjalannya waktu. Intinya, sedekah ini memberikan manfaat berkelanjutan bagi orang lain, sehingga pahala yang didapat pun terus mengalir bagi pemberinya.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki." (QS. Al-Baqarah: 261)

Ayat ini menggambarkan bagaimana sebuah kebaikan kecil dapat berkembang biak menjadi pahala yang berlipat ganda, dan sedekah jariah adalah salah satu bentuknya yang paling nyata.
Selain ayat  di atas, banyak hadis yang menganjurkan sedekah jariah. Salah satunya riwayat dari Abu Hurairah RA, di mana Rasulullah SAW bersabda: 

إن مما يلحق المؤمن من عمله وحسناته بعد موته: علماً علّمه ونشره، وولداً صالحاً تركه، ومصحفاً ورثه، أو مسجداً بناه، أو بيتاً لابن السبيل بناه، أو نهراً أجراه، أو صدقة أخرجها من ماله في صحته وحياته، تلحقه بعد موته.

"Sesungguhnya di antara kebaikan-kebaikan yang akan terus mengikuti seorang mukmin setelah kematiannya adalah ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan, anak saleh yang ia tinggalkan, mushaf Al-Qur'an yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah untuk ibnu sabil yang ia bangun, sungai yang ia alirkan (untuk kepentingan umum), atau sedekah yang ia keluarkan dari hartanya saat ia sehat dan masih hidup." (HR. Ibnu Majah)

Contoh klasik dari sedekah jariah adalah membangun masjid, menggali sumur, atau mewakafkan tanah untuk kepentingan umum. Semua ini adalah proyek jangka panjang yang manfaatnya dirasakan oleh banyak orang selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad.
Di zaman modern ini, konsep sedekah jariyah semakin luas dan beragam, diantaranya:

Membangun fasilitas umum: Mulai dari membangun sekolah, rumah sakit, jembatan, hingga toilet umum.

Mencetak atau mendistribusikan Al-Qur'an: Setiap kali ada orang yang membaca Al-Qur'an dari mushaf yang Anda wakafkan, pahalanya akan mengalir.

Wakaf uang: Memberikan wakaf berupa uang tunai yang dikelola secara profesional untuk menghasilkan keuntungan. Keuntungan ini kemudian digunakan untuk membiayai program sosial, pendidikan, atau kesehatan yang berkelanjutan.

Mendukung program edukasi: Menyumbang untuk pembangunan perpustakaan, beasiswa bagi pelajar kurang mampu, atau membeli buku-buku untuk perpustakaan umum.

Para ulama sepakat bahwa sedekah jariyah adalah amalan yang sangat dianjurkan. Imam Nawawi, dalam syarahnya terhadap hadis di atas, menjelaskan bahwa sedekah jariyah adalah wakaf. Wakaf adalah menahan pokok harta dan menyalurkan hasilnya di jalan Allah, seperti wakaf tanah untuk membangun masjid atau sekolah, yang akan terus memberikan manfaatnya.
Ibnu Qudamah, dalam kitab Al-Mughni, juga menyebutkan bahwa wakaf adalah sedekah jariyah terbaik karena manfaatnya terus-menerus.

Kesimpulan

Sedekah jariah adalah investasi akhirat yang paling menjanjikan. Dengan berwakaf atau menyumbang untuk proyek-proyek berkelanjutan, kita tidak hanya membantu orang lain di dunia ini, tetapi juga menyiapkan tabungan pahala yang terus mengalir bahkan setelah kita tiada. Ini adalah kesempatan emas untuk memastikan buku catatan amal kita tidak pernah terputus.

"Jangan biarkan kematian menghentikan aliran pahalamu. Bangunlah sumur kebaikan, maka airnya akan terus membasahi kuburmu."


Share:

Postingan Populer