Pendosawalan Kalinyamatan Jepara

02 Agustus 2025

Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Saba' (Bilqis)


Burung Hudhud dan Surat Nabi Sulaiman

Kisah ini dimulai ketika Nabi Sulaiman AS, yang memiliki kekuasaan atas jin, manusia, dan hewan, sedang mengadakan inspeksi pasukannya. Ia menyadari ketidakhadiran burung hudhud. Nabi Sulaiman marah dan mengancam akan menghukum hudhud jika tidak ada alasan yang jelas atas ketidakhadirannya.

Tidak lama kemudian, hudhud kembali dan menyampaikan kabar luar biasa. Ia memberitahukan kepada Nabi Sulaiman tentang sebuah kerajaan di negeri Saba' yang dipimpin oleh seorang Ratu. Hudhud menjelaskan bahwa kerajaan tersebut sangat makmur, namun Ratu dan rakyatnya menyembah matahari, bukan Allah SWT. Mereka tidak bersujud kepada Allah yang Maha Mencipta.

Mendengar kabar ini, Nabi Sulaiman menulis sebuah surat yang berisi ajakan untuk menyembah Allah semata dan beriman kepada-Nya. Surat itu dimulai dengan 'Bismillahirrahmannirrahiim' (Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) dan ditutup dengan seruan untuk tunduk dan datang menghadap Nabi Sulaiman sebagai seorang Muslim (orang yang berserah diri). Nabi Sulaiman kemudian memerintahkan hudhud untuk mengantarkan surat tersebut kepada Ratu Saba'.

Reaksi Ratu Saba' dan Para Pembesar Kerajaan

Hudhud berhasil menyampaikan surat itu. Ratu Saba' (Bilqis) membaca surat tersebut dan merasa terkejut. Ia mengumpulkan para pembesar dan penasihat kerajaan untuk bermusyawarah. Ratu Bilqis adalah seorang pemimpin yang bijaksana dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

Ia membacakan surat itu di hadapan mereka dan meminta pendapat. Para pembesar kerajaan, yang merasa gagah dan kuat, menawarkan untuk berperang melawan Nabi Sulaiman. Mereka berkata, "Kami memiliki kekuatan dan keberanian untuk berperang, namun keputusan ada di tanganmu."

Namun, Ratu Bilqis menolak tawaran perang. Ia berpendapat bahwa raja-raja yang menaklukkan suatu negeri biasanya merusak dan menghinakan penduduknya. Ratu Bilqis memilih jalan lain, yaitu diplomasi. Ia memutuskan untuk mengirimkan hadiah yang sangat mewah kepada Nabi Sulaiman, dengan tujuan untuk menguji apakah Nabi Sulaiman seorang raja biasa yang tamak atau seorang Nabi yang utusan Allah.

Jawaban Nabi Sulaiman dan Tantangan Pemindahan Singgasana

Ketika utusan Ratu Saba' datang membawa hadiah-hadiah mewah, Nabi Sulaiman menolak dengan tegas. Ia berkata, "Apakah kalian hendak memberiku harta? Harta yang Allah berikan kepadaku jauh lebih baik dari apa yang kalian berikan. Justru kalian yang bergembira dengan hadiah kalian."

Nabi Sulaiman kemudian mengancam akan datang dengan pasukan yang tidak bisa mereka lawan, jika mereka tidak datang tunduk dan beriman. Setelah utusan itu kembali, Nabi Sulaiman ingin menunjukkan mukjizat dan kebesaran Allah. Ia berkata kepada para pembesar di sekitarnya, "Siapakah di antara kalian yang bisa memindahkan singgasana Ratu Bilqis ke hadapanku, sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang yang tunduk?"

Seorang jin ifrit, yang terkenal kuat, menyanggupi untuk memindahkan singgasana itu sebelum Nabi Sulaiman berdiri dari tempat duduknya. Namun, seorang ulama yang memiliki ilmu dari kitab (ilmu Allah) bernama Ashif bin Barkhiya menyanggupi untuk memindahkannya hanya dalam sekejap mata. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Naml ayat 40, "...Aku akan membawanya kepadamu sebelum matamu berkedip."

Dengan izin Allah, Ashif bin Barkhiya berhasil memindahkan singgasana yang sangat besar dan berat itu dari istana Ratu Saba' di Yaman ke istana Nabi Sulaiman di Palestina dalam waktu yang sangat singkat. Ketika Nabi Sulaiman melihat singgasana itu berada di hadapannya, ia bersyukur kepada Allah dan berkata, "Ini adalah karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur."

Kedatangan Ratu Saba' dan Ujian Jembatan Kaca

Ratu Bilqis akhirnya datang ke istana Nabi Sulaiman. Setelah tiba, Nabi Sulaiman menyuruh orang-orangnya untuk mengubah sedikit bagian dari singgasana Ratu Bilqis. Ketika Ratu Bilqis melihat singgasana itu, ia ditanya, "Apakah singgasanamu seperti ini?" Ratu Bilqis menjawab dengan cerdas, "Seakan-akan itu adalah dia (singgasana saya)." Jawaban ini menunjukkan kecerdasan dan ketelitian Ratu Bilqis.

Ujian berikutnya adalah saat Ratu Bilqis hendak memasuki sebuah ruangan. Lantai ruangan tersebut terbuat dari kaca yang sangat bening, di bawahnya terdapat air yang dialiri ikan. Ratu Bilqis mengira itu adalah genangan air dan ia menyingsingkan roknya agar tidak basah. Nabi Sulaiman kemudian berkata, "Sesungguhnya ini adalah istana yang dilapisi kaca."

Ratu Bilqis merasa sangat kagum. Ia menyadari bahwa ia telah berhadapan dengan seorang Nabi yang memiliki kekuasaan luar biasa yang berasal dari Allah, bukan sekadar raja yang perkasa. Kejadian ini membuatnya tersadar bahwa segala kemegahan dan kekayaan yang dimilikinya tidak sebanding dengan kekuasaan Allah.

Keislaman Ratu Saba'

Pada akhirnya, Ratu Bilqis menyatakan keimanannya. Ia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku sendiri. Dan sekarang aku tunduk (menyerahkan diri) bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam."

Dengan keislaman Ratu Bilqis, seluruh rakyatnya di kerajaan Saba' juga ikut memeluk Islam. Ini adalah kemenangan dakwah Nabi Sulaiman yang berhasil menyebarkan tauhid tanpa pertumpahan darah.

Pelajaran Berharga dari Kisah ini:

  • Hikmah dan Kebijaksanaan: Kisah ini mengajarkan pentingnya hikmah dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, seperti yang ditunjukkan oleh Ratu Bilqis yang memilih jalan diplomasi daripada perang.

  • Kekuasaan Allah: Kisah ini menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Allah yang tidak terbatas, di mana Nabi Sulaiman diberi mukjizat luar biasa yang tidak dapat ditandingi oleh manusia manapun.

  • Pentingnya Dakwah: Nabi Sulaiman tidak langsung menghancurkan Ratu Bilqis dan kerajaannya, melainkan memulai dengan dakwah melalui surat. Ini adalah contoh cara berdakwah yang santun dan bijaksana.

  • Keimanan yang Benar: Kisah ini mengingatkan kita bahwa segala kemegahan dunia tidak ada artinya di hadapan keimanan kepada Allah. Ratu Bilqis, meski memiliki kekuasaan dan kekayaan, pada akhirnya memilih keimanan yang sejati.

Sumber : Surat An-Naml
Share:

01 Agustus 2025

Keutamaan Hari Jumat: Pintu Rahmat dan Amalan Berlipat Ganda



Hari Jumat adalah hari yang istimewa dalam Islam, bahkan dianggap sebagai "sayyidul ayyam" atau rajanya hari. Keistimewaan hari ini tidak hanya tercantum dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad ﷺ, tetapi juga diamini oleh para ulama. Jumat menjadi waktu yang penuh berkah, di mana setiap amalan baik dilipatgandakan pahalanya dan doa-doa lebih mudah dikabulkan.
Dalil Keutamaan Hari Jumat
Keutamaan hari Jumat telah ditegaskan dalam Al-Qur'an, terutama dalam Surah Al-Jumu'ah. Allah berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ
 إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Terjemahan:
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumu'ah: 9)
Ayat ini secara jelas memerintahkan umat Islam untuk meninggalkan aktivitas duniawi dan bergegas menuju masjid untuk menunaikan salat Jumat. Perintah ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah pada hari tersebut.
Selain Al-Qur'an, banyak hadis yang juga menguatkan keistimewaan hari Jumat. Salah satunya adalah sabda Rasulullah ﷺ:
 خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ فِيهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ
 
Terjemahan:
"Sebaik-baik hari di mana matahari terbit di dalamnya adalah hari Jumat. Pada hari itu, Adam diciptakan, pada hari itu ia dimasukkan ke surga, dan pada hari itu pula ia dikeluarkan dari surga. Dan tidak akan terjadi hari kiamat kecuali pada hari Jumat." (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah manusia, mulai dari penciptaan Adam hingga hari kiamat, terjadi pada hari Jumat. Hal ini menambah kemuliaan dan keagungan hari tersebut.
Amalan-Amalan yang Dianjurkan pada Hari Jumat
Para ulama sepakat bahwa ada beberapa amalan sunah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan pada hari Jumat. Amalan-amalan ini tidak hanya membersihkan diri secara fisik, tetapi juga secara spiritual.

1. Memperbanyak Selawat kepada Nabi Muhammad ﷺ
Berselawat pada hari Jumat memiliki keutamaan yang luar biasa. Rasulullah ﷺ bersabda:
 أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ

Terjemahan:
"Perbanyaklah selawat kepadaku pada hari Jumat, karena sesungguhnya selawat kalian akan disampaikan kepadaku." (HR. Abu Daud)
Para ulama seperti Imam Syafi'i sangat menekankan amalan ini, menganjurkan umatnya untuk memperbanyak selawat, terutama pada malam dan siang hari Jumat.

2. Membaca Surah Al-Kahfi
Membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat merupakan amalan yang sangat dianjurkan. Rasulullah ﷺ bersabda:
 مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ، أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

Terjemahan:
"Barang siapa membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat, maka akan memancar cahaya baginya antara dua Jumat." (HR. Hakim)
Cahaya ini, menurut para ulama, bisa diartikan sebagai bimbingan spiritual atau perlindungan dari fitnah, khususnya fitnah Dajjal.

3. Mandi dan Berpakaian Bersih
Menjaga kebersihan fisik adalah sunah yang sangat ditekankan pada hari Jumat. Rasulullah ﷺ bersabda:
 غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ، وَيَسْتَاكُ، وَيَمَسُّ مِنَ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ

Terjemahan:
"Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang baligh, hendaknya ia bersiwak, dan memakai wangi-wangian jika ia memilikinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain mandi, dianjurkan juga untuk mengenakan pakaian terbaik dan bersih, serta memakai wangi-wangian saat hendak pergi ke masjid.

4. Menyegerakan Pergi ke Masjid dan Mendengarkan Khotbah
Datang lebih awal ke masjid untuk salat Jumat memiliki keutamaan yang besar. Rasulullah ﷺ memberikan perumpamaan pahala seperti bersedekah unta bagi yang datang paling awal, hingga bersedekah telur bagi yang datang di akhir.
 إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلَائِكَةٌ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ، فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَدَخَلُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

Terjemahan:
"Jika tiba hari Jumat, maka di setiap pintu masjid ada malaikat yang mencatat orang yang datang pertama dan berikutnya. Jika imam sudah duduk (di mimbar), mereka melipat lembaran catatan dan masuk untuk mendengarkan khotbah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Mendengarkan khotbah dengan seksama dan tidak berbicara adalah syarat sahnya salat Jumat dan merupakan adab yang penting.

Kesimpulan 
Hari Jumat adalah hari yang istimewa, hari penuh rahmat dan ampunan. Ia bukan hanya sekadar akhir pekan, tetapi juga waktu di mana kita dapat membersihkan diri, menguatkan iman, dan memohon ampunan dari Allah.
Mari kita jadikan setiap hari Jumat sebagai momen untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Penuhi hari Jumat kita dengan amalan-amalan sunah: perbanyak selawat, baca Surah Al-Kahfi, bersihkan diri, dan bersegeralah ke masjid.
Jangan sia-siakan kesempatan emas ini. Sesungguhnya, kebaikan yang kita tanam pada hari Jumat akan berbuah kebaikan yang tak terhingga. Jadikan Jumat sebagai pengingat, bahwa kehidupan ini adalah ladang amal, dan Jumat adalah hari panen yang paling subur. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang senantiasa memanfaatkan setiap Jumat dengan sebaik-baiknya.

Share:

Indahnya Kejujuran, Buruknya Kebohongan

   اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَام، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ إِنَّما يَفتَرِي الكَذِبَ الَّذينَ لا يُؤمِنونَ بِآياتِ اللَّـهِ وَأُولـئِكَ هُمُ الكاذِبون

Hadirin yang dirahmati Allah, Khatib mengajak jamaah sekalian dan diri khatib pribadi, agar kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, dengan sebenar-benarnya takwa. Takwa adalah kunci utama bagi keselamatan dunia dan akhirat, dan hanya dengan ketakwaan kita dapat memperoleh ridha Allah SWT. Semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang senantiasa berada di jalan yang benar.

Pada kesempatan yang penuh berkah ini, khatib ingin mengajak kita semua untuk merenungi dan memahami salah satu perbuatan yang berujung kepada dosa, yaitu berbohong. Berbohong bukan hanya perbuatan tercela, tetapi juga dapat membawa keburukan yang luas, baik bagi individu maupun masyarakat.   Jamaah sekalian, Islam menempatkan kejujuran sebagai salah satu prinsip utama yang harus dijaga oleh setiap Muslim. Sebaliknya, kebohongan adalah salah satu ciri orang-orang munafik. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

  آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ، إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Artinya, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika diberi amanah ia berkhianat.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadirin yang dirahmati Allah, Berbohong dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, baik secara lisan, tulisan, maupun tindakan. Bahkan dalam masa sekarang ini, kita sering menyaksikan kebohongan tersebar luas melalui media sosial. Namun, apa pun bentuknya, berbohong tetaplah perbuatan yang tercela dan harus kita jauhi bersama. Rasulullah SAW pernah bersabda:

  مَا كَانَ خُلُقٌ أبغَضَ إلَى رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مِنَ الكَذِبِ، ولَقَد كَانَ الرَّجُلُ يَكذِبُ عِندَ رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – الكَذْبَةَ، فما يزالُ فى نَفْسِهِ عَلَيه حَتَّى يَعَلَمَ أنَّه قَد أحدَثَ مِنْهَا تَوبَةً

Artinya, “Tidak ada akhlak yang lebih dibenci oleh Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- selain kebohongan. Sungguh, apabila seseorang berbohong di hadapan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka hal itu akan terus membekas di hatinya (Rasulullah) hingga dia mengetahui bahwa orang tersebut telah bertobat darinya.” (HR Al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra).

Berbohong itu bertentangan dengan fitrah manusia yang sebenarnya diciptakan Allah untuk mencintai kebenaran. Ketika seseorang berbohong, dia merusak hati nuraninya sendiri. Selain itu, berbohong juga berdampak buruk pada fisik dan psikologi. Misalnya, saat berbohong, detak jantung bisa meningkat, muncul keringat dingin, atau merasa gugup. Reaksi ini menunjukkan bahwa kebohongan tidak sesuai dengan sistem alami tubuh kita. Lebih dari itu, berbohong dapat menimbulkan efek domino. Seseorang yang terbiasa berbohong akan sulit dipercaya oleh orang lain. Rasulullah SAW bersabda:

  إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ، وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا، وَعَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا

Artinya, “Hati-hatilah kalian terhadap kebohongan, karena sesungguhnya kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Seseorang yang terus-menerus berbohong dan berusaha untuk berbohong, akan dicatat di sisi Allah sebagai seorang pembohong. Sebaliknya, berpegang teguhlah pada kejujuran, karena sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa ke surga. Seseorang yang selalu berkata jujur dan berusaha untuk jujur, akan dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang sangat jujur.” (HR. Bukhari).

Syekh Ibnu Ruslan dalam Syarh Sunan Abi Dawud jilid 19 halaman 131 menjelaskan, kebiasaan berbohong ini tidak hanya membuat seseorang dikenal sebagai pembohong di dunia, tetapi juga di hadapan Allah dan para malaikat. Bahkan, jika ia berkata jujur setelah itu, orang-orang tetap sulit mempercayainya. Maka dari itu, sangat penting bagi kita untuk menghindari kebohongan sekecil apa pun, karena dampaknya sangat buruk, baik bagi diri sendiri apalagi bagi orang lain.

Hadirin yang dirahmati Allah, Selain merugikan diri sendiri, kebohongan juga dapat merusak hubungan sosial. Ketika seseorang berbohong untuk menutupi kesalahan, ia sebenarnya sedang menanam benih ketidakpercayaan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan dalam banyak kasus, kebohongan bisa menjadi penyebab utama perpecahan dan konflik. Oleh karena itu, Allah SWT mengingatkan kita agar senantiasa menjaga kejujuran dalam segala hal:

  يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ ۝٧٠

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (QS Al-Ahzab: 70).   Kejujuran adalah sifat yang mendekatkan kita kepada ridlo Allah SWT dan menjauhkan kita dari murka-Nya

Dalam hadits yang telah kami sampaikan di awal tadi Rasulullah menjelaskan keutamaan kejujuran. Orang yang selalu berkata jujur dan berusaha menjaga kejujurannya akan dicatat oleh Allah sebagai shiddîq, yakni seseorang yang memiliki derajat tinggi karena kejujurannya.   Kejujuran tidak hanya mencakup ucapan, tetapi juga niat dan tindakan. Dengan berlaku jujur, seseorang akan lebih mudah melakukan amal kebajikan yang murni, terbebas dari niat buruk, sehingga ia termasuk golongan orang yang beruntung. Pada akhirnya, kebajikan itu akan membawanya kepada rahmat Allah dan surga-Nya. Oleh karena itu, menjaga kejujuran adalah kunci utama untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Namun, ada beberapa keadaan di mana Islam memberikan kelonggaran untuk tidak mengatakan kebenaran secara mutlak, selama itu bertujuan untuk kebaikan. Misalnya, dalam upaya mendamaikan dua pihak yang bertikai, menjaga keharmonisan rumah tangga, atau melindungi nyawa seseorang yang tidak bersalah. Rasulullah SAW bersabda:

  لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِي خَيْرًا أَوْ يَقُولُ خَيْرًا

Artinya, “Tidak dianggap berdusta seseorang yang berkata untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih, dia berkata sesuatu yang baik atau menyampaikan kebaikan.” (HR Bukhari dan Muslim).   Akan tetapi, kelonggaran ini harus dipahami dengan bijak dan tidak boleh disalahgunakan. Dalam keadaan normal, kejujuran tetaplah menjadi prioritas utama bagi setiap Muslim.

Hadirin yang dirahmati Allah, Marilah kita jadikan ini sebagai pengingat untuk senantiasa menjaga kejujuran dalam hidup kita. Mari kita hindari segala bentuk kebohongan, baik yang kecil maupun yang besar. Ingatlah bahwa setiap ucapan dan perbuatan kita akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk selalu berkata benar dan menjauhkan kita dari sifat dusta.

  بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْاٰنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. اَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا، وَاَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ، وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

  اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللّٰهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ.  أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى    فَقَدْ قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر    إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ     اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ   عٍبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللّٰهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرْ

Sumber : nuonline dengan sedikit editing



Share:

30 Juli 2025

Hukum Ternak Babi dalam Islam: Pandangan Ulama dan Implikasinya



Dalam Islam, babi adalah hewan yang diharamkan secara mutlak. Keharaman ini tidak hanya terbatas pada konsumsinya, tetapi juga meluas ke berbagai aspek yang berkaitan dengannya, termasuk ternak dan segala bentuk interaksi dengannya. Berikut adalah penjelasan mengenai hukum ternak babi menurut para ulama, implikasinya bagi para pekerja, serta hukum penghasilannya.

Dalil Keharaman Babi

Keharaman babi dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur'an dan diperkuat oleh Hadits Nabi Muhammad SAW. Beberapa ayat Al-Qur'an yang menjadi dasar hukumnya antara lain:

 * QS. Al-Baqarah (2): 173: "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

 * QS. Al-Ma'idah (5): 3: "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah..."

 * QS. An-Nahl (16): 115: "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Ayat-ayat ini dengan jelas menyatakan keharaman daging babi, namun para ulama sepakat bahwa keharaman ini meliputi seluruh bagian babi, termasuk kulit, tulang, lemak, dan bahkan rambutnya, karena dianggap najis secara keseluruhan.

Hukum Ternak Babi Menurut Pendapat Para Ulama

Mayoritas ulama dari berbagai mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) sepakat bahwa beternak babi adalah haram. Dasar pelarangan ini adalah:
 * Diharamkannya Daging Babi: Jika memakan dagingnya saja haram, maka segala aktivitas yang mengarah pada penyediaan atau produksi babi, termasuk beternak, juga menjadi haram. Ini didasarkan pada kaidah fikih: "Segala sesuatu yang mengantar kepada yang haram, maka hukumnya haram."

 * Najisnya Babi: Babi termasuk hewan yang najis mughallazhah (najis berat). Berinteraksi langsung dengan babi dalam aktivitas ternak akan selalu melibatkan sentuhan dengan najisnya, yang menuntut proses pensucian khusus. Meskipun najis bisa disucikan, namun secara syariat, memelihara hewan najis untuk tujuan komersial atau selain kepentingan darurat (misalnya penelitian yang disetujui ulama) tidak dibenarkan.

 * Tidak Ada Manfaat Syar'i: Tujuan utama beternak adalah mengambil manfaat dari hewan tersebut, baik untuk dimakan, diperjualbelikan, atau dimanfaatkan bagian tubuhnya. Karena babi diharamkan untuk dikonsumsi dan bagian tubuhnya dianggap najis, maka tidak ada manfaat syar'i yang bisa diambil dari aktivitas beternak babi.

Para ulama juga menyandarkan pada hadits tentang pelarangan penjualan khamr, bangkai, babi, dan berhala. Dari Jabir bin Abdullah RA, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda pada tahun penaklukan Mekah: "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi dan berhala." (HR. Bukhari dan Muslim). Meskipun hadits ini berbicara tentang jual beli, namun implikasinya adalah bahwa memelihara atau memproduksinya untuk tujuan jual beli juga haram.

Hukum Penghasilan (Gaji) Bagi Pekerja Ternak Babi

Karena aktivitas beternak babi dihukumi haram, maka secara otomatis penghasilan yang didapat dari pekerjaan tersebut juga dihukumi haram. Ini karena gaji atau upah tersebut berasal dari transaksi atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

 * Prinsip Umum: Dalam Islam, penghasilan harus diperoleh dari sumber yang halal dan melalui cara yang halal pula. Pekerjaan yang haram akan menghasilkan penghasilan yang haram.

 * Implikasi: Jika seorang Muslim bekerja di peternakan babi, maka ia secara langsung terlibat dalam aktivitas yang diharamkan. Penghasilan yang ia terima dari pekerjaan tersebut, meskipun mungkin digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, tetap dikategorikan sebagai penghasilan yang tidak berkah dan wajib untuk dihindari.

 * Nasihat Ulama: Para ulama akan menasihati Muslim yang bekerja di sektor ini untuk segera mencari pekerjaan lain yang halal. Jika terpaksa karena belum menemukan pekerjaan lain, mereka harus berusaha keras mencari alternatif, bertaubat, dan memperbanyak istighfar. Sebagian ulama juga menyarankan agar penghasilan dari pekerjaan haram tersebut tidak dimakan secara langsung, melainkan disalurkan untuk kepentingan umum atau fakir miskin dengan niat membersihkan harta, tanpa berharap pahala dari penyaluran tersebut.

Kesimpulan

Berdasarkan dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadits, serta ijma' (konsensus) sebagian besar ulama, hukum ternak babi adalah haram. Konsekuensinya, bekerja di peternakan babi bagi seorang Muslim juga haram, dan penghasilan yang didapatkan dari pekerjaan tersebut adalah penghasilan yang haram. Umat Islam dianjurkan untuk menjauhi segala bentuk transaksi dan pekerjaan yang berkaitan dengan babi demi menjaga kesucian harta dan keberkahan hidup.

Share:

Bagaimana Hukum Rokok ?



Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus kertas atau daun, yang biasa dihisap dengan membakar salah satu ujungnya. Praktik merokok ini telah menjadi bagian dari kebudayaan di berbagai belahan dunia, namun membawa dampak kesehatan yang serius.

Apakah Ada Rokok di Zaman Nabi?

Tidak ada rokok di zaman Nabi Muhammad SAW. Tembakau, bahan dasar rokok, berasal dari benua Amerika dan baru diperkenalkan ke dunia Barat (Eropa) setelah kedatangan Christopher Columbus pada akhir abad ke-15. Dari Eropa, tembakau kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk dunia Islam, jauh setelah masa kenabian. Oleh karena itu, tidak ada pembahasan eksplisit mengenai rokok dalam Al-Qur'an dan Hadits.

Kapan Mulai Ada Rokok?

Sejarah penggunaan tembakau dimulai ribuan tahun yang lalu, sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi, di Amerika Selatan. Pada awalnya, tembakau digunakan dalam ritual spiritual dan pengobatan, baik dengan cara dihisap maupun dikunyah.
Tembakau baru diperkenalkan ke Eropa pada abad ke-16 oleh penjelajah Eropa. Kemudian, pada abad ke-17, tembakau dibawa ke Indonesia oleh penjajah Portugis dan Belanda. Inovasi pembuatan rokok modern, yaitu tembakau yang dilinting dengan kertas, mulai berkembang pada abad ke-19. Di Indonesia sendiri, rokok kretek mulai dikembangkan sekitar tahun 1870 oleh Haji Djamhari di Kudus.

Dampak Rokok Bagi Kesehatan

Rokok mengandung ribuan zat kimia berbahaya, di antaranya nikotin, tar, dan karbon monoksida, yang sangat merugikan kesehatan. Dampak negatif rokok terbagi menjadi:

 * Dampak pada Perokok Aktif:

   * Penyakit Paru-paru: Kanker paru-paru, emfisema (kerusakan kantung udara paru-paru), bronkitis kronis (peradangan permanen saluran pernapasan), PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis), TBC, dan pneumonia. Rokok menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas serta jaringan paru-paru.

   * Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah: Penyakit jantung koroner, stroke, tekanan darah tinggi, dan aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah). Nikotin dapat mengganggu irama jantung dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Karbon monoksida mengurangi pasokan oksigen ke jantung.

   * Kanker Lain: Kanker mulut, bibir, kerongkongan, laring, esofagus, pankreas, ginjal, kandung kemih, dan leukemia. Tar dalam rokok dapat merusak sel-sel dan menyebabkan pertumbuhan sel ganas.

   * Masalah Penglihatan: Glaucoma, katarak, dan degenerasi makula terkait usia, yang dapat menyebabkan kebutaan permanen.

   * Masalah pada Sistem Saraf Pusat: Nikotin bersifat adiktif dan dapat menyebabkan ketergantungan serta memengaruhi suasana hati.

   * Gangguan Reproduksi: Impotensi pada pria, penurunan kualitas sperma, dan masalah kesuburan. Pada wanita hamil, merokok dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) dan risiko keguguran.

   * Dampak Lain: Kerusakan gigi dan gusi, penuaan dini pada kulit, melemahnya sistem kekebalan tubuh, dan peningkatan risiko diabetes.

 * Dampak pada Perokok Pasif:

   Asap rokok yang dihirup oleh orang di sekitar perokok (perokok pasif) bahkan lebih berbahaya dibandingkan asap yang dihisap langsung oleh perokok aktif. Data menunjukkan bahwa sekitar 1,2 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun disebabkan oleh paparan asap rokok pasif, termasuk penyakit jantung, kanker paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan bawah. Anak-anak dan bayi sangat rentan terhadap dampak perokok pasif.

Apakah Ada Manfaat Rokok?

Secara medis dan ilmiah, tidak ada manfaat rokok bagi kesehatan. Klaim seperti merokok dapat menghilangkan stres, meningkatkan fokus, atau memberikan kenikmatan adalah efek sementara yang disebabkan oleh nikotin yang memicu pelepasan hormon dopamin di otak. Namun, efek ini bersifat adiktif dan justru membuat perokok ketergantungan. Dalam jangka panjang, rokok justru meningkatkan risiko gangguan mood seperti depresi dan kecemasan. Beberapa klaim yang pernah beredar mengenai manfaat rokok (misalnya untuk kolitis ulserativa atau Parkinson) telah dibantah oleh penelitian lebih lanjut atau disertai dengan risiko kesehatan lain yang jauh lebih besar.

Bagaimana Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Rokok?

Meskipun rokok tidak ada di zaman Nabi SAW, para ulama melakukan ijtihad (penalaran hukum) dengan merujuk pada prinsip-prinsip syariat Islam. Ada beberapa pandangan di kalangan ulama mengenai hukum rokok, namun mayoritas ulama kontemporer cenderung mengharamkannya:

 * Haram: Ini adalah pendapat mayoritas ulama kontemporer dan menjadi pandangan dominan di banyak lembaga fatwa Islam, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).

   * Alasan:
     * Membahayakan Kesehatan (Dharar): Dalil utama adalah kaidah fikih "لا ضرر ولا ضرار" (Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain). Rokok terbukti secara ilmiah membahayakan kesehatan perokok aktif dan perokok pasif, menyebabkan berbagai penyakit mematikan. Allah SWT berfirman: "...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan..." (QS. Al-Baqarah: 195).

     * Pemborosan Harta (Tabdzir): Merokok dianggap sebagai pemborosan harta pada sesuatu yang tidak memberikan manfaat, bahkan mudarat. Allah SWT berfirman: "...dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan..." (QS. Al-Isra': 26-27).

     * Memabukkan atau Membiuskan (Iskaar): Meskipun rokok tidak memabukkan seperti khamr, nikotin memiliki efek candu yang serupa dengan sifat membius, menyebabkan ketergantungan dan hilangnya kontrol diri dalam arti tertentu.

     * Mempunyai Bau Tidak Sedap: Asap rokok dapat mengganggu orang lain, terutama di tempat ibadah atau perkumpulan.
 * Makruh: Beberapa ulama terdahulu dan sebagian kecil ulama kontemporer berpendapat hukumnya makruh (dianjurkan untuk ditinggalkan).

   * Alasan: Mereka menganggap bahaya rokok relatif kecil atau belum ada bukti ilmiah yang sekuat sekarang pada masa mereka. Mereka berpegang pada kaidah "hukum asal sesuatu adalah mubah (boleh) sampai ada dalil yang mengharamkan". Namun, dengan bukti medis yang semakin kuat, pandangan ini semakin ditinggalkan.

 * Mubah (Boleh): Ini adalah pandangan yang sangat jarang dipegang oleh ulama dan umumnya merupakan pendapat yang sudah tidak relevan lagi mengingat perkembangan ilmu pengetahuan tentang bahaya rokok.

Pendapat Ulama Kontemporer:
Mayoritas ulama kontemporer dari berbagai mazhab dan lembaga fatwa (seperti MUI di Indonesia, ulama-ulama dari Al-Azhar, fatwa Majelis Fiqih Sedunia) cenderung sepakat bahwa rokok hukumnya haram. Mereka mendasarkan fatwa ini pada bukti medis yang tak terbantahkan mengenai dampak buruk rokok terhadap kesehatan.

Contoh Fatwa MUI:
MUI pada tahun 2009 mengeluarkan fatwa yang mengharamkan rokok di tempat umum, bagi anak-anak dan wanita hamil. Meskipun fatwa ini tidak secara mutlak mengharamkan rokok bagi semua, namun sudah menjadi langkah besar untuk melindungi masyarakat dari bahaya rokok. Banyak ulama di Indonesia juga secara personal mengeluarkan fatwa haram mutlak berdasarkan dalil-dalil di atas.

Data Pengaruh Negatif Rokok Terhadap Kesehatan di Indonesia
Indonesia memiliki salah satu prevalensi perokok tertinggi di dunia. Data menunjukkan bahwa:

 * Penyakit Kritis: Rokok adalah faktor risiko utama untuk berbagai penyakit kronis dan mematikan di Indonesia, seperti kanker (terutama kanker paru-paru dan nasofaring), penyakit jantung koroner, stroke, PPOK, dan diabetes

 * Kematian Dini: Jutaan orang Indonesia meninggal setiap tahun akibat penyakit yang berhubungan dengan merokok. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahun secara global.

 * Beban Ekonomi: Merokok juga membebani sistem kesehatan negara dengan biaya pengobatan yang tinggi untuk penyakit terkait rokok. Selain itu, hilangnya produktivitas akibat sakit dan kematian dini perokok juga merupakan kerugian ekonomi.

 * Perokok Pasif: Tingginya jumlah perokok aktif di Indonesia juga berarti banyak penduduk yang menjadi perokok pasif, terutama wanita dan anak-anak di rumah, yang meningkatkan risiko mereka terhadap berbagai penyakit.

Kesimpulan

Rokok adalah produk yang mengandung zat-zat adiktif dan sangat berbahaya bagi kesehatan, baik bagi perokok aktif maupun pasif. Ia tidak memiliki manfaat medis yang terbukti. Keberadaannya baru muncul jauh setelah zaman Nabi Muhammad SAW.
Melihat banyaknya dalil dari Al-Qur'an dan Hadits yang melarang segala sesuatu yang membahayakan diri dan orang lain, serta memboroskan harta, mayoritas ulama kontemporer telah sepakat bahwa hukum rokok adalah haram. Pendapat ini didukung kuat oleh data ilmiah dan medis yang tak terbantahkan mengenai dampak negatif rokok terhadap kesehatan. Oleh karena itu, menjauhi rokok adalah pilihan yang bijak dan selaras dengan ajaran Islam untuk menjaga kesehatan diri, keluarga, dan masyarakat.

Share:

Hukum Solat Berjama'ah



Shalat berjamaah merupakan salah satu syiar Islam yang memiliki keutamaan besar. Mengenai hukumnya, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama, namun mayoritas sepakat akan keutamaannya. Mari kita telaah lebih lanjut:

1. Hukum Shalat Berjamaah Menurut Hadits

Banyak hadits Nabi Muhammad SAW yang menekankan pentingnya shalat berjamaah dan keutamaannya. Beberapa di antaranya adalah:
 * Keutamaan Pahala: Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW bersabda, "Shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat dibandingkan shalat sendirian." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits lain menyebutkan, "Manusia yang paling besar pahalanya dalam mengerjakan shalat adalah yang paling jauh jalannya, kemudian yang lebih jauh lagi. Orang yang menunggu pelaksanaan shalat, sehingga dia mengerjakannya bersama imam, adalah lebih besar pahalanya daripada orang yang mengerjakan shalat kemudian tidur." (HR. Muslim).

 * Perintah dan Ancaman: Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh aku bertekad untuk menyuruh pengumpulan kayu bakar, kemudian aku suruh seseorang adzan untuk shalat dan seseorang untuk mengimami manusia, kemudian aku pergi kepada orang-orang yang tidak ikut shalat, kemudian aku bakar rumah mereka." (Muttafaq 'alaih). Hadits ini menunjukkan ketegasan Nabi terhadap orang yang meninggalkan jamaah tanpa udzur.

 * Tidak Sah Shalat Tanpa Udara Syar'i: Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang mendengar azan tapi tidak mendatanginya, maka tidak ada lagi shalat untuknya, kecuali karena ada uzur." (HR Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny, Ibnu Hibban dan Al-Hakim). Hadits ini sering dijadikan dalil oleh ulama yang berpendapat wajibnya shalat berjamaah.

 * Pandangan Sahabat Terhadap Orang yang Tidak Berjamaah: Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Aku melihat bahwa kami (para sahabat) memandang orang yang tidak shalat berjamaah sebagai orang munafik, atau sedang sakit." (HR. Muslim). Ini menunjukkan betapa pentingnya shalat berjamaah di mata para sahabat.

2. Pendapat Para Ulama Mazhab

Perbedaan pendapat ulama mengenai hukum shalat berjamaah umumnya berkisar antara wajib ('ain/kifayah) atau sunnah muakkadah:

 * Mazhab Hanafi: Berpendapat shalat berjamaah hukumnya wajib (seperti sunnah muakkadah dalam mazhab lain) bagi laki-laki yang berakal, merdeka, dan mampu berjalan ke masjid. Namun, tidak wajib bagi perempuan, anak-anak, orang gila, hamba sahaya, atau orang sakit yang tidak mampu ke masjid.

 * Mazhab Maliki: Berpendapat shalat berjamaah hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Mereka berpegang pada hadits-hadits keutamaan shalat berjamaah.

 * Mazhab Syafi'i: Berpendapat shalat berjamaah hukumnya fardhu kifayah bagi muslim laki-laki yang mukim (menetap). Artinya, jika sudah ada sebagian kaum muslimin yang melaksanakannya di masjid sebagai syiar agama, maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Namun, jika tidak ada yang melaksanakannya secara berjamaah di masjid, maka seluruhnya berdosa. Bagi laki-laki, melaksanakan shalat berjamaah di masjid lebih utama daripada di rumah atau di tempat lain.

 * Mazhab Hanbali: Berpendapat shalat berjamaah hukumnya wajib (fardhu 'ain) bagi laki-laki yang telah baligh dan tidak memiliki udzur syar'i. Mereka berpegang pada dalil-dalil keras dari hadits Nabi SAW tentang ancaman bagi yang meninggalkannya. Meskipun demikian, jika seseorang shalat sendirian, shalatnya tetap sah, namun ia berdosa karena meninggalkan kewajiban berjamaah.

3. Kisah Jamaah Nabi dan Sahabat

Kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat adalah teladan nyata tentang pentingnya shalat berjamaah:

 * Nabi Selalu Berjamaah: Rasulullah SAW senantiasa melaksanakan shalat berjamaah, bahkan dalam kondisi sakit sekalipun. Ketika beliau sakit parah menjelang wafat, beliau tetap berusaha untuk hadir di masjid dan shalat berjamaah, bahkan sampai dipapah oleh para sahabat. Ini menunjukkan betapa besar perhatian beliau terhadap shalat berjamaah.

 * Kisah Ibnu Ummi Maktum: Seorang sahabat yang buta, Ibnu Ummi Maktum, pernah meminta izin kepada Nabi untuk tidak shalat berjamaah di masjid karena kondisinya dan tidak ada penuntun. Nabi SAW bertanya, "Apakah engkau mendengar azan?" Ibnu Ummi Maktum menjawab, "Ya." Nabi SAW bersabda, "Kalau begitu penuhilah seruan tersebut (hadiri jamaah shalat)." Kisah ini sering dijadikan dalil kuat bagi wajibnya shalat berjamaah bagi laki-laki.

 * Kasus Mu'adz bin Jabal: Mu'adz bin Jabal pernah mengimami shalat Isya setelah shalat bersama Nabi. Ia membaca surat yang panjang, sehingga ada makmum yang memisahkan diri dari jamaah dan shalat sendiri. Hal ini sampai ke telinga Nabi, dan Nabi menegur Mu'adz agar tidak memanjangkan bacaan shalatnya dan menyusahkan makmum. Kisah ini menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu, seperti imam terlalu memanjangkan bacaan yang memberatkan, makmum memiliki udzur untuk tidak melanjutkan berjamaah.

 * Abdurrahman bin Auf Menjadi Imam Nabi: Dalam suatu kesempatan, Rasulullah SAW terlambat datang ke masjid. Abdurrahman bin Auf pun maju mengimami shalat. Ketika Nabi tiba, beliau bergabung sebagai makmum. Ini adalah salah satu momen langka di mana seorang sahabat menjadi imam bagi Rasulullah, menunjukkan fleksibilitas dalam berjamaah dan keutamaan para sahabat.

4. Pendapat Para Ulama Kekinian (Kontemporer)

Ulama kontemporer umumnya tetap berpegang pada dalil-dalil klasik dan pendapat mazhab yang ada. Mayoritas ulama kekinian cenderung memperkuat pandangan bahwa shalat berjamaah adalah suatu keharusan bagi laki-laki muslim yang mampu, atau minimal sangat ditekankan (sunnah muakkadah) dengan pahala yang berlipat ganda.

 * Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi (dari kalangan ulama yang lebih menekankan pada wajibnya) menyatakan hukum shalat berjamaah adalah fardhu 'ain bagi pria yang telah terkena kewajiban shalat, kecuali ada halangan.

 * Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Fiqhul Islam wa Adillatuhu menyatakan secara umum hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah, namun dengan penekanan yang sangat kuat.

 * Para ulama kontemporer juga menekankan aspek syiar Islam dan persatuan umat yang terkandung dalam shalat berjamaah. Mereka melihat bahwa shalat berjamaah di masjid adalah bentuk nyata dari kekuatan dan persatuan umat Islam.

Kesimpulan

Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai status hukumnya (wajib 'ain, fardhu kifayah, atau sunnah muakkadah), semua sepakat bahwa shalat berjamaah memiliki keutamaan yang sangat besar dan sangat dianjurkan. Nabi Muhammad SAW dan para sahabat tidak pernah meninggalkannya kecuali karena udzur syar'i. Bagi seorang Muslim, khususnya laki-laki, berusaha keras untuk senantiasa melaksanakan shalat berjamaah di masjid adalah bentuk ketaatan dan kecintaan kepada agama, serta upaya meraih pahala berlipat ganda dari Allah SWT.

Share:

Sabar : Kunci Menghadapi Cobaan Hidup

 

Pak Sabar

Hidup ini adalah serangkaian ujian dan cobaan. Suka dan duka silih berganti, kebahagiaan dan kesulitan datang silih berganti. Dalam menghadapi gejolak kehidupan ini, ada satu sikap mulia yang menjadi kunci utama untuk tetap tegar dan bahkan tumbuh lebih kuat: sabar. Sabar bukanlah pasif, menunggu tanpa berbuat apa-apa. Sebaliknya, sabar adalah ketahanan jiwa, keberanian untuk tetap berpegang pada keyakinan di tengah badai, dan kemampuan untuk melihat hikmah di balik setiap kesulitan.

Al-Qur'an dan Hadis banyak sekali menyebutkan keutamaan dan pentingnya sabar. Berikut beberapa di antaranya:

  • Al-Qur'an:

    • Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 153:

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

      Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." Ayat ini secara tegas menunjukkan bahwa sabar adalah salah satu pilar utama bagi seorang mukmin untuk menghadapi tantangan hidup.

    • Dalam Surah Az-Zumar ayat 10, Allah SWT juga berfirman:

      إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

      Artinya: "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." Ini menunjukkan betapa besarnya ganjaran bagi mereka yang sabar, bahkan pahala yang tak terhingga.

    • Dan masih banyak lagi ayat lain seperti dalam Surah Al-Anfal ayat 46, Surah Yunus ayat 109, dan Surah Al-Asr yang secara tidak langsung menekankan pentingnya kesabaran.

  • Hadis:

    • Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seorang Muslim ditimpa suatu musibah, baik berupa kelelahan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan sebab itu." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini mengindikasikan bahwa cobaan adalah sarana penghapus dosa, dan dibutuhkan kesabaran untuk melihatnya demikian.

    • Rasulullah SAW juga bersabda: "Barangsiapa yang berusaha untuk sabar, maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan tidaklah seseorang diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa sabar adalah sebuah anugerah, dan bisa diupayakan serta dilatih.

Manfaat Sabar bagi Kejiwaan

Kesabaran bukan hanya tentang pahala di akhirat, tetapi juga memberikan dampak positif yang signifikan pada kesehatan mental dan kejiwaan kita di dunia ini:

  • Mengurangi Stres dan Kecemasan: Ketika menghadapi masalah dengan sabar, kita cenderung tidak panik atau terburu-buru. Ini membantu menenangkan pikiran dan mengurangi tingkat stres serta kecemasan yang berlebihan.

  • Meningkatkan Resiliensi: Sabar membangun daya tahan mental. Kita belajar untuk bangkit kembali setelah jatuh, melihat kegagalan sebagai pelajaran, dan tidak mudah menyerah.

  • Mengembangkan Perspektif Positif: Dengan sabar, kita melatih diri untuk melihat sisi positif atau hikmah di balik setiap cobaan. Ini mengubah cara pandang kita dari yang negatif menjadi lebih konstruktif.

  • Meningkatkan Kualitas Hidup: Orang yang sabar cenderung lebih tenang, bahagia, dan mampu menikmati hidup tanpa terus-menerus terbebani oleh masalah. Mereka lebih mudah beradaptasi dengan perubahan.

  • Memperkuat Hubungan Sosial: Kesabaran dalam menghadapi perilaku orang lain, kritik, atau perselisihan dapat membantu menjaga dan bahkan memperkuat hubungan, baik dalam keluarga, pertemanan, maupun pekerjaan.

  • Mencapai Tujuan Jangka Panjang: Banyak tujuan besar dalam hidup membutuhkan proses dan waktu yang panjang. Kesabaran adalah kunci untuk tetap konsisten dan tidak mudah putus asa di tengah jalan.

Teladan Para Nabi dan Ulama dalam Kesabaran

Sejarah Islam penuh dengan kisah-kisah luar biasa tentang kesabaran para nabi dan ulama dalam menghadapi cobaan:

  • Nabi Ayub AS: Beliau adalah teladan utama kesabaran. Setelah kehilangan harta benda, keluarga, dan kesehatannya, Nabi Ayub tetap bersabar dan terus memohon kepada Allah, hingga akhirnya Allah mengembalikan semua yang hilang bahkan melipatgandakannya. Kisahnya menjadi simbol ketahanan yang tak tergoyahkan.

  • Nabi Muhammad SAW: Beliau menghadapi berbagai cobaan berat sepanjang hidupnya, mulai dari penolakan, penganiayaan, fitnah, hingga perang. Namun, beliau tetap teguh dalam dakwahnya, memaafkan musuh-musuhnya, dan tidak pernah goyah dalam keyakinannya. Kesabaran beliau adalah inspirasi bagi seluruh umat.

  • Imam Ahmad bin Hanbal: Beliau adalah salah satu imam mazhab yang terkenal dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan berat fitnah khalqul Qur'an. Beliau dipenjara, dicambuk, dan disiksa, namun tetap mempertahankan keyakinannya bahwa Al-Qur'an adalah kalamullah yang bukan makhluk. Keteguhan dan kesabarannya menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam.

  • Maryam binti Imran (Bunda Isa AS): Beliau menghadapi cobaan yang sangat berat ketika dituduh berzina setelah mengandung Nabi Isa AS tanpa seorang suami. Dengan kesabaran dan keimanan yang kuat, beliau menyerahkan segala urusannya kepada Allah, dan Allah pun membela beliau melalui mukjizat Nabi Isa yang berbicara saat bayi.


Sabar adalah mutiara berharga dalam kehidupan seorang Muslim. Ia bukan hanya sebuah konsep teoritis, melainkan sebuah praktik nyata yang harus terus dilatih dan diterapkan dalam setiap aspek kehidupan. Dengan sabar, kita tidak hanya akan mampu melewati cobaan, tetapi juga akan menemukan kedamaian, kekuatan, dan keberkahan di dalamnya. Mari kita jadikan sabar sebagai teman setia dalam perjalanan hidup ini, karena sesungguhnya, Allah bersama orang-orang yang sabar.

Sumber : Mbah Sabar

Share:

Shalat Jamaah dan Shalat Jumat : Kajian Kitab Sullamuttaufiq


فَصْلٌ : في الجَماعَةِ والجُمُعَةِ
الجَماعَةُ على الذُّكُورِ، الأَحْرارِ، المُقِيمِينَ، البالِغِينَ، [العُقَلاءِ]، غَيْرِ المَعْذُورِينَ، فَرْضُ كِفايَةٍ؛ و[الجَماعَةُ] في الجُمُعَةِ فَرْضُ عَيْنٍ عليهم [أي المَذْكُورِينَ]، إذا كانُوا أَرْبَعِينَ، مُكَلَّفِينَ، [مُسْتَوْطِنِينَ]، في أَبْنِيَةٍ [فَلا تَجِبُ على أَهْلِ الخِيامِ]، و[تَجِبُ] على مَنْ نَوَى الإقامَةَ عِنْدَهُمْ أَرْبَعَةَ أيّامٍ صِحاحٍ [أي غَيْرَ يَوْمَيِ الدُّخُولِ والخُرُوجِ]، وعلى مَنْ بَلَغَهُ [بِالقُوَّةِ لا بِالفِعْلِ] نِداءُ صَيِّتٍ مِنْ طَرَفٍ يَلِيهِ مِنْ بَلَدِها؛ وشَرْطُها [أي الجُمُعَةِ]: وَقْتُ الظُّهْرِ، وخُطْبَتانِ قَبْلَها فيه يَسْمَعُهُما الأَرْبَعُونَ [بِالفِعْلِ لو أَصْغَوْا ولم يَكُنْ ضَجَّةٌ ، وأنْ تُصَلَّى جَماعَةً بِهِمْ، وأنْ لا تُقارِنَها [في تَكْبِيرَةِ الإحْرامِ] ولا تَسْبِقَها جُمُعَةٌ بِبَلَدِها [إلّا إذا شَقَّ الاقْتِصارُ على واحِدَةٍ] ،
وأَرْكانُ الخُطْبَتَيْنِ: حَمْدُ اللهِ، والصَّلاةُ على النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسَلَّمَ،
والوَصِيَّةُ بَالتَّقْوَى، فيهما [أي أنَّ هٰذه الثّلاثَةَ المُتَقَدِّمَةَ أَرْكانٌ في كُلٍّ مِنَ الخُطْبتَيْنِ]؛ وآيَةٌ مُفْهِمَةٌ، في إحْداهُما؛ والدُّعاءُ لِلْمُؤْمِنِينَ، في الثّانِيَةِ،
وشُرُوطُهُما: الطَّهارَةُ عَنِ الحَدَثَيْنِ، وعَنِ النَّجاسَةِ في البَدَنِ والمَكانِ والمَحْمُولِ، وسَتْرُ العَوْرَةِ، والقِيامُ، والجُلُوسُ [قَدْرَ الطُّمَأْنِينَةِ] بَيْنَهُما،
والوِلاءُ بَيْنَهُما، [والوِلاءُ بَيْنَ أَرْكانِهِما]، و[الوِلاءُ] بَيْنَهُما وبَيْنَ الصَّلاةِ،
وأنْ يَكُونا [أرْكانُهما] بِالعَرَبِيَّةِ.
فَصْلٌ : في شُرُوطِ الاقْتِداءِ
يَجِبُ على مَنْ صَلَّى مُقْتَدِيًا في جُمُعَةٍ أو غَيْرِها: أنْ لا يَتَقَدَّمَ على إمامِهِ في المَوْقِفِ والإحْرامِ، بَلْ تُبْطِلُ المُقارَنَةُ في الإحْرامِ، وتُكْرَهُ في غَيْرِهِ إلّا التَّأْمِينَ، ويَحْرُمُ تَقَدُّمُهُ بِرُكْنٍ فِعْلِيٍّ، وتَبْطُلُ بِرُكْنَيْنِ، وكَذا التَّأَخُّرُ بِهما لِغَيْرِ عُذْرٍ، وبِأَكْثَرَ مِنْ ثَلاثَةِ أَرْكانٍ طَوِيلَةٍ له [أي لِعُذْرٍ]، وأنْ يَعْلَمَ بِانْتِقالاتِ إمامِهِ [بِرُؤْيَتِهِ أو سَماعِ صَوْتِهِ أو رُؤْيَةِ بَعْضِ صَفٍّ يَراهُ أو نَحْوِ ذٰلك]، وأنْ يَجْتَمِعا في مَسْجِدٍ أو ثَلاثِمِائَةِ ذِراعٍ، وأنْ لا يَحُولَ بينهما حائلٌ يَمْنَعُ الاسْتِطْراقَ [أي المُرُورَ العادِيَّ، المُباشِرَ في غَيْرِ مَسْجِدٍ، وغَيْرَ المُباشِرِ في مَسْجِدٍ] ، وأنْ يَتَوافَقَ نَظْمُ صَلاتَيْهِما [فَلا تَصِحُّ صُبْحٌ خَلْفَ جِنازَةٍ مَثَلًا] ، وأنْ لا يَتَخالَفا في سُنَّةٍ تَفْحُشُ المُخالَفَةُ فيها [كَفِعْلِ التَّشَهُّدِ الأَوَّلِ إذا تَرَكَهُ الإمامُ]، وأنْ يَنْوِيَ الاقْتِداءَ مَعَ التَّحَرُّمِ في الجُمُعَةِ [والمُعادَةِ]، و[أنْ يَنْوِيَ الاقْتِداءَ] قَبْلَ المُتابَعَةِ [في فِعْلٍ أو سَلامٍ] وطُولِ الانْتِظارِ [لِأَجْلِ هذه المُتابَعَةِ]، في غَيْرِها [أي الجُمُعَةِ والمُعادَةِ] ، ويَجِبُ على الإمامِ نِيَّةُ الإمامَةِ في الجُمُعَةِ والمُعادَةِ، وتُسَنُّ في غَيْرِهِما.
فَصْلٌ : في الجِنازَةِ
غَسْلُ المَيِّتِ، وتَكْفِينُهُ، والصَّلاةُ عليه، ودَفْنُهُ، فَرْضُ كِفايَةٍ، إذا كانَ مُسْلِمًا وُلِدَ حَيًّا؛ ووَجَبَ لِذِمِّيٍّ تَكْفِينٌ، ودَفْنٌ؛ ولِسِقْطٍ مَيِّتٍ [ظَهَرَ خَلْقُهُ] غَسْلٌ، وكَفْنٌ، ودَفْنٌ؛ ولا يُصَلَّى عليهما [أي الذِّمِّيِّ والسِّقْطِ، فَصَلاةُ الجِنازَةِ على الكافِرِ كُفْرٌ، وعلى السِّقْطِ حَرامٌ]؛ ومَنْ ماتَ في قِتالِ الكُفّارِ بِسَبَبِهِ كُفِّنَ في ثِيابِهِ فَإنْ لم تَكْفِهِ زِيدَ عَلَيْها ودُفِنَ، ولا يُغَسَّلُ ولا يُصَلَّى عليه [أي غَسْلُهُ والصَّلاةُ عليه يَحْرُمانِ]. وأقَلُّ الغَسْلِ: إزالَةُ النَّجاسَةِ، وتَعْمِيمُ جَمِيعِ بَشَرِهِ وشَعَرِهِ وإنْ كَثُفَ مَرَّةً بِالماءِ المُطَهِّرِ. وأقَلُّ الكَفَنِ: ساتِرُ جَمِيعِ البَدَنِ، وثَلاثُ لَفائِفَ لِمَنْ تَرَكَ تَرِكَةً [أي مِيراثًا] زائِدَةً عَنْ دَيْنِهِ ولم يُوصِ بِتَرْكِها [أي بِتَرْكِ الزِّيادَةِ على الواحِدَةِ].

وأقَلُّ الصَّلاةِ عليه: أنْ يَنْوِيَ [ذَكَرٌ ولو صَبِيًّا مُمَيِّزًا] فِعْلَ الصَّلاةِ عليه، والفَرْضَ، ويُعَيِّنَ [المَيِّتَ ولو بِالإشارَةِ القَلْبِيَّةِ]، ويَقُولَ: “اللهُ أَكْبَر”، وهو قائمٌ إنْ قَدِرَ، ثُمَّ يَقْرَأَ الفاتِحَةَ، ثُمَّ يَقُولَ: “اللهُ أَكْبَر، اللّٰهُمَّ صَلِّ على مُحَمَّد”، ثُمَّ يَقُولَ: “اللهُ أَكْبَر، اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وارْحَمْهُ”، ثُمَّ يَقُولَ: “اللهُ أَكْبَر، السَّلامُ عَلَيْكُمْ”، ولا بُدَّ فيها مِنْ شُرُوطِ الصَّلاةِ، وتَرْكِ المُبْطِلاتِ، [وتَقَدُّمِ غُسْلِ المَيِّتِ]. وأقَلُّ الدَّفْنِ: حُفْرَةٌ تَكْتُمُ رائحَتَهُ وتَحْرُسُهُ مِنَ السِّباعِ، ويُسَنُّ أنْ يُعَمَّقَ [القَبْرُ] قَدْرَ قامَةٍ وبَسْطَةٍ، ويُوَسَّعَ، ويَجِبُ تَوْجِيهُهُ [أي المَيِّتِ] إلى القِبْلَةِ.

Pasal: Shalat Jamaah dan Shalat Jumat

Shalat berjamaah hukumnya fardhu kifayah bagi laki-laki yang merdeka, mukim (bukan musafir), baligh, berakal sehat, tidak udzur. Shalat berjamaah pada waktu shalat Jumat hukumnya fardhu ain bagi orang yang (a) memenuhi kriteria di atas; (b) berjumlah 40 orang mukalaf; (c) penduduk tetap. Maka tidak wajib Jumat bagi pemukim kemah (yang berpindah-pindah). Wajib Jumat bagi yang berniat mukim selama empat hari penuh yakni selain dua hari masuk dan keluar. Dan wajib bagi orang yang mendengar suara panggilan adzan dengan kekuatan bukan perbuatan dari satu sisi lokasinya. Syarat Jumat adalah: waktu zhuhur, dua khutbah sebelum shalat yang didengar oleh 40 orang dan dilakukan secara berjamaah. Takbirotul ihram-nya tidak boleh bersamaan dengan atau didahului oleh Jumat di lokasi lain kecuali apabila sulit dilaksanakan dalam satu tempat.

Rukun dua khutbah Jumat adalah memuji pada Allah, shalawat pada Nabi, wasiat takwa dalam kedua khutbah yakni bahwa tiga rukun ini merupakan rukun yang wajib ada pada masing-masing dari kedua khutbah, dan satu ayat Al-Quran di salah satu khutbah, doa untuk umat Islam pada khutbah kedua.

Syarat dua khutbah Jumat adalah: suci dari hadas besar dan kecil, suci dari najis di badan, tempat dan barang yang dibawa, menutup aurat, berdiri, duduk secara tumakninah antara kedua khutbah, bersegera antara dua khutbah, bersegera antara rukun kedua khutbah, bersegera antara dua khutbah dan shalat, dan rukun-rukun khutbah harus dalam bahasa Arab.

Pasal: Syarat Makmum

Wajib bagi makmum yang shalat Jumat atau lainnya untuk tidak mendahului imam dalam tempat berdiri dan takbirotul ihrom bahkan batal shalatnya apabila takbirotul ihromnya bersamaan dan makruh bersamaan di lainnya kecuali bacaan amin. Haram makmum mendahului imam dengan satu rukun fi’li (perbuatan) dan batal dengan mendahului dua rukun begitu juga batal mengakhiri dua rukun tanpa rukun dan lebih dari tiga rukun yang panjang karena udzur. Makmum harus tahu pergerakan imam dengan melihatnya atau mendengar suaranya atau melihat sebagian barisan yang dilihatnya, dll. Makmum dan imam harus berkumpul dalam satu masjid atau tigaratus dzira’. Tidak ada penghalang antara makmum dan imam yang mencegah bisa lewat secara langsung di selain masjid dan tidak langsung di satu masjid. Harus sama jenis shalat keduanya, maka tidak sah makmum shalat subuh pada imam yang shalat jenazah. Tidak boleh berbeda dalam sunnah yang berbeda sangat seperti makmum tahiyat awal sedangkan imam tidak melakukannya. Harus niat jadi makum bersamaan takbirotul ihram pada shalat Jumat dan muadat. Harus niat jadi makmum dalam perbuatan atau salam dan selama menunggu untuk mengikuti pada yang selain Jumat dan muadat. Wajib bagi imam niat menjadi imam pada shalat Jumat dan muadat. Sunnah niat jadi imam di selain Jumat.

Pasal: Jenazah

Memandikan mayit, mengkafani, menyolati dan menguburnya adalah fardhu kifayah apabila ia muslim yang lahir dalam keadaan hidup. Wajib bagi kafir dzimmi dikafani dan dikuburkan. Bagi bayi yang mati keguguran dan sudah tampak bentuknya wajib dimandikan, dikafani, dikubur tapi tidak perlu dishalati untuk keduanya yakni kafir dzimmi dan bayi keguguran. Shalat jenazah bagi orang kafir adalah kufur dan bagi bayi keguguran haram. Barangsiapa yang mati dalam memerangi orang kafir maka dikafani dengan bajunya apabila tidak cukup maka ditambah dan dimakamkan tapi tidak perlu dimandikan dan dishalati yakni memandikan dan menyolati hukumnya haram. Memandikan mayit paling sedikit adalah menghilangkan najis, meratakan seluruh kulit, rambut/bulu walaupun tebal satu kali dengan air yang menyucikan. Kafan paling sedikit adalah menutupi seluruh badan. Tiga lapis bagi yang meninggalkan warisan sebagai tambahan dari hutangnya dan tidak berwasiat meninggalkan tiga lapis.

Shalat paling sedikit adalah niat, walaupun laki-laki masih kecil yang tamyiz, untuk melakukan shalat, menyebut fardhu, menentukan pada mayit walaupun dengan isyarat hati lalu berkata: “Allahu Akbar”. Harus berdiri apabila mampu, lalu membaca Al Fatihah lalu berkata: “Allahu akbar Allahumma shalli ala Muhammad” lalu berkata “Allahu akbar, allahumma ighfir lahu warhamhu” lalu berkata “Allahu akbar, assalamu alaikum”. Wajib bagi yang shalat jenazah memenuhi syarat-syarat shalat dan meninggalkan yang membatalkan shalat dan mendahulukan memandikan mayit. Memendam mayit paling sedikit: satu galian yang dapat menutup baunya dan menjaganya dari binatang buas. Sunnah diperdalam kuburnya seukurang orang berdiri dan diperluas. Wajib menghadapkan mayit ke arah kiblat.

Sumber: alkhoirot.com

Share:

Postingan Populer