Membiasakan diri dengan hal-hal
positif seperti tolong-menolong, saling menghormati, atau menjaga kebersihan
lingkungan, dapat berkembang menjadi tradisi yang berakar kuat. Tradisi-tradisi
ini tidak hanya menciptakan harmoni, tapi juga menjamin keberlanjutan kebaikan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam
yang menganjurkan umatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah SWT
berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 148:
لكل جَعَلْنَا مِنْكُمْ
شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ
إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Artinya: "Untuk tiap-tiap
umat di antara kamu, Kami berikan syariat dan jalan yang terang. Sekiranya
Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah
hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu."
Ayat ini secara eksplisit mendorong umat Islam
untuk "berlomba-lomba dalam kebaikan" (fastabiqul khairat),
yang secara tidak langsung mendukung pembentukan kebiasaan-kebiasaan baik.
Prinsip ini diperkuat oleh hadis
Nabi SAW yang dikenal dengan sebutan hadits Man Sanna Sunnatan Hasanatan berikut ini :
مَنْ
سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ
مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ
شَيْءٌ
وَمَنْ سَنَّ فِي
الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ
وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Artinya: "Barangsiapa yang
membuat suatu kebiasaan (sunnah) yang baik dalam Islam lalu kebiasaan itu
diamalkan oleh orang-orang setelahnya, maka dicatat untuknya pahala orang yang
mengamalkannya tanpa dikurangi sedikitpun pahala mereka. Dan barangsiapa yang membuat
suatu kebiasaan (sunnah) yang buruk dalam Islam lalu kebiasaan itu diamalkan
oleh orang-orang setelahnya, maka dicatat untuknya dosa orang yang
mengamalkannya tanpa dikurangi sedikitpun dosa mereka." (HR. Muslim)
Pendapat Para
Ulama
· Imam Nawawi dalam
syarahnya terhadap hadis ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "sunnah
hasanah" adalah kebiasaan baik yang sesuai dengan syariat Islam dan
tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Ini bisa berupa inovasi positif
dalam hal-hal duniawi atau amalan-amalan yang disyariatkan yang kurang populer,
lalu dihidupkan kembali.
· Ibnu Hajar al-Asqalani
berpendapat bahwa hadis ini tidak memberikan legitimasi untuk membuat bid’ah
dalam urusan ibadah murni, melainkan mengacu pada amalan-amalan baik yang
memiliki dasar syariat namun belum menjadi kebiasaan umum.
Contoh sunnah hasanah dalam konteks
ini adalah memulai tradisi bersedekah secara rutin di hari jum’at, menggalakkan
kebersihan lingkungan seminggu sekali, mengadakan majlis ta’lim rutinan dan
lain sebagainya yang kemudian diikuti oleh banyak orang. Pelopor kebiasaan
ini akan terus mendapatkan pahala selama kebiasaan itu diamalkan. Amalan seperti ini bisa dikategorikan dalam "Amal Jariyah".
Bahaya
Kebiasaan Buruk
Sebaliknya, hadis tersebut juga
memperingatkan tentang bahaya sunnah sayyi'ah (kebiasaan buruk).
Kebiasaan seperti membuang sampah sembarangan yang kemudian menjadi
tradisi di suatu lingkungan, berjudi kartu dalam acara 'melekan' suatu
hajatan, menggelar panggung gembira yang mengandung kemaksiatan dalam
momen-momen tertentu yang dapat menghancurkan etika dan moral masyarakat terutama
generasi muda yang kemudian menjadi tradisi turun-temurun. Pelaku pertama yang
memulai kebiasaan buruk ini akan menanggung dosa akumulatif dari semua orang
yang mengikutinya. Inilah yang biasa disebut sebagai "Dosa Jariyah", dosa yang akan selalu mengalir dosanya karena telah membuat periaku maksiat di tengah-tengah masyarakat yang kemudian diikuti oleh orang-orang sepeninggalnya hingga menjadi tradisi turun-menurun.
Kesimpulan
Membangun kebiasaan baik adalah
investasi sosial dan spiritual yang sangat berharga. Ia tidak hanya
mendatangkan manfaat di dunia, tapi juga pahala yang terus mengalir di akhirat,
sesuai dengan janji Nabi SAW. Sebaliknya, memulai atau memelihara kebiasaan
buruk adalah perbuatan yang sangat berbahaya, karena dosanya akan terus
mengalir selama kebiasaan tersebut diamalkan. Oleh karena itu, setiap individu
memiliki tanggung jawab untuk menjadi pelopor kebaikan dan menjauhkan
diri dari perbuatan yang dapat menjadi cikal bakal tradisi yang merusak diri
dan masyarakat di sekitarnya.*