Amar ma'ruf nahi munkar, yang berarti mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, adalah salah satu pilar utama dalam Islam. Konsep ini bukan hanya sekadar anjuran, melainkan sebuah kewajiban yang harus diemban oleh setiap Muslim, sesuai dengan kemampuan dan situasinya. Landasan utamanya adalah sebuah hadits populer yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Hadits Tentang Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Hadits yang menjelaskan tahapan amar ma'ruf nahi munkar diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri raḍiyallāhu 'anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
Hadits Arab:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Terjemahan:
"Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman."
Penjelasan
Hadits ini memuat tiga tingkatan dalam melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar, yang disesuaikan dengan kemampuan individu:
* Mengubah (Mengatasi) dengan Tangan (Kekuasaan):
Ini adalah tingkatan tertinggi, yang diperuntukkan bagi mereka yang memiliki kewenangan dan kekuasaan, seperti pemimpin negara, hakim, atau orang tua dalam lingkungan keluarga.
* Contoh: Seorang hakim yang memutus perkara kejahatan atau kepala sekolah yang membuat peraturan untuk melarang perundungan (bullying).
* Umar bin Khattab adalah contoh ideal. Beliau dikenal tegas dalam menegakkan kebenaran dan menumpas kemaksiatan, bahkan berkeliling di pasar untuk memastikan pedagang berlaku jujur.
* Mengubah (Mengatasi) dengan Lisan (Nasihat):
Jika tidak memiliki kekuasaan, seseorang wajib menasihati atau menegur dengan lisan, baik secara halus maupun tegas, selama tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar. Ini adalah tingkatan bagi para ulama, pendidik, atau individu Muslim yang berinteraksi dengan orang lain.
* Contoh: Seorang dai yang berdakwah di masjid untuk mengingatkan jamaah agar menjauhi maksiat, seperti mabuk dan judi. Atau seorang teman yang menasihati temannya untuk berhenti merokok.
* Imam Al-Ghazali adalah contoh ulama yang gigih menasihati umat melalui tulisan-tulisan beliau yang monumental, seperti kitab Ihya' 'Ulumuddin.
* Mengubah (Mengatasi) dengan Hati (Benci):
Ini adalah tingkatan paling dasar, yang wajib bagi setiap individu ketika ia tidak mampu mengubah dengan tangan maupun lisan. Mengubah dengan hati berarti membenci kemungkaran tersebut dan tidak meridai perbuatan maksiat, disertai dengan harapan agar kemungkaran itu sirna.
* Contoh: Ketika seseorang melihat acara televisi yang berisi tayangan tidak senonoh dan ia tidak bisa mengubahnya, ia membencinya dalam hati dan memilih untuk tidak menontonnya.
* Seperti orang awam yang tidak memiliki kekuasaan atau kemampuan berdakwah secara lisan, namun hatinya tetap kokoh membenci perbuatan dosa.
Penerapan di Era Modern
Di era modern yang kompleks, konsep amar ma'ruf nahi munkar tetap relevan namun memerlukan pendekatan yang cerdas dan adaptif.
* Tingkat Tangan (Kuasa): Pemerintah dapat membuat kebijakan publik yang mendorong kebaikan (misalnya, program literasi atau pendidikan karakter) dan melarang kemungkaran (misalnya, regulasi ketat terhadap narkoba atau perjudian online).
* Tingkat Lisan (Tulisan): Era digital membuka ruang dakwah yang sangat luas. Para ustaz, dai, dan influencer Muslim menggunakan media sosial seperti YouTube, Instagram, dan TikTok untuk berdakwah, menyebarkan ilmu, dan menasihati umat dengan cara yang lebih kreatif dan mudah diakses.
* Tingkat Hati: Seseorang bisa menunjukkan kebencian terhadap kemungkaran dengan menghindari konten negatif di internet, tidak ikut serta dalam perbincangan yang mengarah ke gosip, atau memilih produk dan layanan yang halal.
Kesimpulan
Hadits tentang amar ma'ruf nahi munkar mengajarkan kita sebuah hierarki tindakan yang praktis dan sesuai kemampuan. Kewajiban ini adalah fardu kifayah (kewajiban kolektif) yang jika sudah ada yang melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Namun, membenci kemungkaran dengan hati adalah fardu ain (kewajiban individu) bagi setiap Muslim. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, umat Islam dapat secara kolektif berupaya mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan menjaga keimanan masing-masing.