Mengendalikan emosi, terutama amarah, adalah salah satu ujian terberat bagi manusia. Amarah yang tak terkendali seringkali membawa dampak buruk, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Rasulullah SAW, sebagai teladan utama, mengajarkan berbagai kiat untuk menahan amarah, yang relevan hingga saat ini. Tuntunan ini tidak hanya sebatas anjuran moral, tetapi juga memiliki dasar yang kuat dalam ilmu psikologi dan kesehatan.
Kekuatan Sejati Adalah Menguasai Diri
Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
Terjemah:
"Orang yang kuat itu bukanlah orang yang jago berkelahi. Akan tetapi orang kuat itu adalah orang yang dapat menahan dirinya ketika sedang emosi."
(HR. Bukhari no.6114; Muslim no.2609)
Hadis ini mengubah perspektif kita tentang definisi kekuatan. Kekuatan sejati bukanlah kemampuan fisik untuk mengalahkan orang lain, melainkan kekuatan batin untuk mengendalikan diri dari dorongan amarah.
Contoh dari Kisah Nabi dan Sahabat:
* Rasulullah SAW dan seorang Arab Badui: Suatu ketika, seorang Arab Badui menarik selendang Rasulullah dengan keras hingga meninggalkan bekas di lehernya. Pria itu menuntut agar Rasulullah memberinya sebagian harta. Meskipun situasi ini bisa memicu amarah, Rasulullah SAW justru tersenyum, lalu memerintahkan untuk memberikan sebagian harta kepada pria tersebut. Sikap ini menunjukkan pengendalian diri yang luar biasa dan mencontohkan bahwa amarah dapat diredam dengan kelembutan.
* Ali bin Abi Thalib RA: Pernah diceritakan, Ali bin Abi Thalib RA hampir berhasil mengalahkan musuhnya dalam suatu peperangan. Namun, saat musuhnya meludah ke arahnya, Ali memilih untuk melepaskan pedangnya dan tidak membunuh musuhnya. Ketika ditanya alasannya, ia menjelaskan bahwa jika ia membunuh musuhnya saat itu, tindakannya didorong oleh amarah pribadinya (karena diludahi), bukan lagi semata-mata karena Allah.
Diam adalah Kunci Pertama untuk Merenung
Hadis riwayat Ahmad dan Thabarani, dari Abdullah bin Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda:
وَ إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
Terjemah:
"Jika seseorang di antara kalian sedang emosi, maka ia lebih baik diam."
(HR. Ahmad no.2136; Thabarani no.10951; Baihaqi no.8286)
Saran ini sangat praktis dan efektif. Saat emosi memuncak, kata-kata yang keluar cenderung tak terkendali dan bisa menyakitkan. Dengan diam, kita memberi diri sendiri ruang untuk merenung dan mencegah ucapan yang akan kita sesali nantinya.
Perspektif Sains:
Dalam ilmu psikologi, tindakan diam saat marah dikenal sebagai "pause button." Saat marah, otak kita, terutama bagian amigdala (pusat emosi), bekerja sangat aktif. Ini membuat kita sulit berpikir jernih. Dengan diam, kita mengaktifkan kembali bagian otak prefrontal korteks (pusat penalaran), yang membantu kita memproses situasi secara rasional, bukan reaksional. Diam memberi kesempatan bagi amigdala untuk mereda, sehingga keputusan yang diambil lebih bijaksana.
Wudu dan Kebaikan Air sebagai Penawar Amarah
Hadis riwayat Abu Daud dan Ahmad, dari Athiyyah as-Sa’di RA, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
Terjemah:
"Sejatinya, amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila seseorang dari kalian sedang emosi, maka hendaknya ia mengambil air wudu."
(HR. Abu Daud no. 4784; Ahmad no.17985)
Hadis ini memberikan solusi spiritual dan fisik sekaligus. Mengambil air wudu tidak hanya membersihkan diri secara lahiriah, tetapi juga meredakan emosi yang membara.
Perspektif Ilmu Kesehatan:
Dari sudut pandang ilmu kesehatan, air wudu memberikan efek menenangkan yang signifikan. Ketika air dingin menyentuh kulit, terutama di area-area penting seperti wajah, tangan, dan kaki, ia dapat:
* Menurunkan suhu tubuh: Marah seringkali membuat suhu tubuh naik. Air dingin dari wudu membantu menormalkan suhu tubuh, memberikan sensasi sejuk yang menenangkan.
* Merangsang saraf parasimpatik: Air yang menyentuh wajah dapat merangsang saraf vagus, yang merupakan bagian dari sistem saraf parasimpatik. Sistem ini bertanggung jawab untuk mengatur respons tubuh saat istirahat dan mencerna, yang berlawanan dengan sistem saraf simpatik (yang aktif saat respons fight-or-flight atau marah). Aktivasi saraf vagus membantu menurunkan detak jantung, tekanan darah, dan pernapasan, sehingga tubuh dan pikiran kembali tenang.
Kesimpulan
Kiat-kiat yang diajarkan Rasulullah SAW untuk mengendalikan emosi—melalui kekuatan batin, diam, dan wudu—bukanlah sekadar ajaran agama. Tuntunan ini terbukti selaras dengan prinsip-prinsip kesehatan mental modern. Dengan mengamalkan kiat-kiat ini, kita tidak hanya meneladani Rasulullah SAW tetapi juga membangun diri menjadi individu yang lebih sehat secara emosional dan spiritual.