Pendosawalan Kalinyamatan Jepara

03 Agustus 2025

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir: Perjalanan Mencari Ilmu dan Hikmah Ilahi



Kisah pertemuan Nabi Musa AS dengan seorang hamba Allah yang saleh, yang diyakini sebagai Nabi Khidir AS, adalah salah satu narasi paling mendalam dalam Al-Qur'an, khususnya dalam Surah Al-Kahfi ayat 60-82. Kisah ini bukan sekadar cerita, melainkan sebuah pelajaran berharga tentang kesabaran, kerendahan hati, dan pemahaman akan hikmah di balik setiap takdir Allah yang mungkin tampak tidak masuk akal bagi akal manusia.

Awal Pertemuan: Pencarian Ilmu yang Tak Kenal Lelah

Kisah ini bermula ketika Nabi Musa AS, yang dikenal sebagai salah satu Nabi Ulul Azmi dan memiliki ilmu yang luas, merasa bahwa ia adalah orang yang paling pandai di antara kaumnya. Allah SWT kemudian menegurnya melalui wahyu, memberitahukan bahwa ada seorang hamba-Nya yang memiliki ilmu yang lebih tinggi darinya, yaitu ilmu ladunni (ilmu langsung dari sisi Allah).  

Nabi Musa, dengan kerendahan hati yang luar biasa, segera memutuskan untuk mencari hamba Allah tersebut. Ia berkata kepada pembantunya, "Aku tidak akan berhenti hingga sampai ke pertemuan dua laut, atau aku akan berjalan bertahun-tahun" (QS. Al-Kahfi: 60). Perjalanan panjang ini menunjukkan kesabaran dan tekad Nabi Musa dalam menuntut ilmu. Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, mereka akhirnya bertemu dengan Nabi Khidir di suatu tempat pertemuan dua laut.  

Nabi Musa kemudian memohon kepada Nabi Khidir, "Bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadamu untuk menjadi petunjuk?" (QS. Al-Kahfi: 66). Nabi Khidir menjawab bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup bersabar bersamanya, karena ia akan melihat hal-hal yang tidak dapat ia pahami. Namun, Nabi Musa berjanji akan bersabar dan tidak akan membantah. Nabi Khidir pun menyetujui, dengan syarat Nabi Musa tidak boleh bertanya tentang apa pun yang ia lakukan sampai Nabi Khidir sendiri yang menjelaskannya.  

Tiga Peristiwa di Luar Nalar Nabi Musa

Perjalanan Nabi Musa dan Nabi Khidir kemudian diwarnai oleh tiga peristiwa yang menguji kesabaran dan pemahaman Nabi Musa, karena tindakan Nabi Khidir tampak bertentangan dengan akal sehat dan nurani kemanusiaan:

  1. Melubangi Kapal: Mereka menumpang sebuah perahu milik orang miskin. Di tengah perjalanan, Nabi Khidir tiba-tiba melubangi perahu tersebut. Nabi Musa terkejut dan tidak dapat menahan diri untuk tidak bertanya, "Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar!" (QS. Al-Kahfi: 71). Nabi Khidir mengingatkan Nabi Musa akan janjinya untuk tidak bertanya, dan Nabi Musa memohon maaf, berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya.  

  2. Membunuh Anak Muda: Setelah melanjutkan perjalanan, mereka bertemu dengan seorang anak muda. Tanpa ragu, Nabi Khidir membunuh anak muda tersebut. Kembali, Nabi Musa tidak dapat menahan diri dan bertanya, "Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, padahal dia tidak membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat keji!" (QS. Al-Kahfi: 74). Nabi Khidir kembali mengingatkan Nabi Musa akan janjinya, dan Nabi Musa kembali memohon maaf, berjanji ini adalah pertanyaan terakhirnya.  

  3. Mendirikan Dinding yang Hampir Roboh: Mereka tiba di sebuah desa yang penduduknya kikir dan tidak mau menjamu mereka. Di sana, Nabi Khidir melihat sebuah dinding yang hampir roboh, lalu ia memperbaikinya. Nabi Musa merasa heran dan berkata, "Sekiranya engkau mau, niscaya engkau dapat meminta upah untuk itu" (QS. Al-Kahfi: 77). Ini adalah kali ketiga Nabi Musa tidak dapat menahan diri, dan Nabi Khidir menyatakan bahwa inilah saatnya perpisahan mereka.  

Analisis Peristiwa: Hikmah di Balik Tindakan yang Tidak Terduga

Peristiwa-peristiwa yang dilakukan Nabi Khidir, yang tampak kejam atau tidak masuk akal bagi Nabi Musa, sebenarnya mengandung hikmah dan kebaikan yang lebih besar yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan hamba-Nya yang diberi ilmu khusus. Nabi Khidir kemudian menjelaskan alasan di balik setiap tindakannya:

  1. Melubangi Kapal: Nabi Khidir menjelaskan bahwa kapal itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut. Di depan mereka ada seorang raja yang zalim yang akan merampas setiap kapal yang bagus. Dengan melubangi kapal tersebut, kapal itu akan tampak rusak dan tidak akan dirampas oleh raja, sehingga pemiliknya masih bisa memperbaikinya dan tetap memiliki mata pencaharian. Ini adalah contoh manajemen risiko, di mana Nabi Khidir mengambil keputusan yang memiliki risiko lebih kecil untuk mencegah kerugian yang lebih besar.  

  2. Membunuh Anak Muda: Anak muda yang dibunuh itu, jika dibiarkan hidup, akan tumbuh menjadi orang yang durhaka dan kafir, serta akan menyusahkan kedua orang tuanya yang saleh. Dengan membunuhnya, Allah akan menggantinya dengan anak yang lebih baik, lebih suci, dan lebih penyayang bagi kedua orang tuanya. Tindakan ini adalah bentuk perlindungan ilahi terhadap orang tua yang beriman dari kesengsaraan di masa depan.  

  3. Mendirikan Dinding yang Hampir Roboh: Dinding itu adalah milik dua anak yatim di kota tersebut, dan di bawahnya terdapat harta karun peninggalan orang tua mereka yang saleh. Jika dinding itu roboh, harta karun itu akan terlihat dan diambil oleh penduduk desa yang kikir. Dengan memperbaikinya, Nabi Khidir memastikan harta itu tetap tersembunyi hingga kedua anak yatim itu dewasa dan dapat mengambilnya sendiri. Tindakan ini adalah bentuk kebaikan dan perlindungan terhadap hak anak yatim, tanpa mengharapkan imbalan dari penduduk desa yang tidak ramah.

Pelajaran dan Hikmah dari Kisah Ini:

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir mengajarkan beberapa pelajaran fundamental:

  • Keterbatasan Akal Manusia: Akal dan pengetahuan manusia, bahkan seorang Nabi sekaliber Musa, memiliki batasan. Ada dimensi ilmu dan hikmah ilahi yang berada di luar jangkauan pemahaman kita. Apa yang tampak buruk di mata kita, bisa jadi mengandung kebaikan besar di masa depan yang tidak kita ketahui.  

  • Pentingnya Kesabaran: Kisah ini menekankan nilai kesabaran yang tinggi dalam menghadapi takdir dan peristiwa yang tidak kita pahami. Nabi Musa, meskipun seorang Nabi, diuji kesabarannya berulang kali. Ini menunjukkan bahwa kesabaran adalah kualitas yang harus terus dilatih, bahkan oleh orang-orang yang paling beriman.  

  • Kerendahan Hati dalam Menuntut Ilmu: Nabi Musa menunjukkan sikap tawadhu' (rendah hati) yang luar biasa dengan bersedia menuntut ilmu dari Nabi Khidir, meskipun secara status kenabian ia lebih tinggi. Ini mengajarkan bahwa dalam mencari ilmu, kita harus selalu merendahkan diri dan menghormati guru, tanpa memandang latar belakang atau kedudukan.  

  • Ilmu Ladunni dan Takdir Ilahi: Kisah ini memperkenalkan konsep ilmu ladunni, yaitu ilmu yang diberikan langsung oleh Allah SWT, yang berbeda dengan ilmu yang diperoleh melalui pembelajaran dan penalaran biasa. Tindakan Nabi Khidir adalah manifestasi dari takdir dan rencana Allah yang lebih besar, yang seringkali tidak dapat dipahami oleh akal manusia yang terbatas.

  • Kebaikan yang Tersembunyi: Setiap tindakan Nabi Khidir, meskipun tampak kejam atau aneh, pada akhirnya bertujuan untuk kebaikan dan keadilan yang lebih besar. Ini mengajarkan kita untuk tidak terburu-buru menghakimi suatu peristiwa berdasarkan penampilan luarnya saja, melainkan mencari hikmah di baliknya.

  • Manajemen Risiko dan Pengambilan Keputusan: Dalam konteks modern, tindakan Nabi Khidir melubangi kapal dapat dianalisis sebagai contoh pengambilan keputusan dan manajemen risiko yang cermat, di mana ia memilih opsi dengan risiko yang lebih kecil untuk mencegah kerugian yang lebih besar bagi pemilik kapal.  

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir adalah pengingat abadi bahwa alam semesta ini beroperasi di bawah rencana ilahi yang sempurna, yang seringkali melampaui pemahaman kita. Ini mendorong kita untuk mengembangkan kesabaran, kerendahan hati, dan keyakinan penuh pada hikmah Allah, bahkan ketika jalan yang ditempuh tampak tidak masuk akal bagi pandangan kita yang terbatas.

Share:

02 Agustus 2025

Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Saba' (Bilqis)


Burung Hudhud dan Surat Nabi Sulaiman

Kisah ini dimulai ketika Nabi Sulaiman AS, yang memiliki kekuasaan atas jin, manusia, dan hewan, sedang mengadakan inspeksi pasukannya. Ia menyadari ketidakhadiran burung hudhud. Nabi Sulaiman marah dan mengancam akan menghukum hudhud jika tidak ada alasan yang jelas atas ketidakhadirannya.

Tidak lama kemudian, hudhud kembali dan menyampaikan kabar luar biasa. Ia memberitahukan kepada Nabi Sulaiman tentang sebuah kerajaan di negeri Saba' yang dipimpin oleh seorang Ratu. Hudhud menjelaskan bahwa kerajaan tersebut sangat makmur, namun Ratu dan rakyatnya menyembah matahari, bukan Allah SWT. Mereka tidak bersujud kepada Allah yang Maha Mencipta.

Mendengar kabar ini, Nabi Sulaiman menulis sebuah surat yang berisi ajakan untuk menyembah Allah semata dan beriman kepada-Nya. Surat itu dimulai dengan 'Bismillahirrahmannirrahiim' (Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) dan ditutup dengan seruan untuk tunduk dan datang menghadap Nabi Sulaiman sebagai seorang Muslim (orang yang berserah diri). Nabi Sulaiman kemudian memerintahkan hudhud untuk mengantarkan surat tersebut kepada Ratu Saba'.

Reaksi Ratu Saba' dan Para Pembesar Kerajaan

Hudhud berhasil menyampaikan surat itu. Ratu Saba' (Bilqis) membaca surat tersebut dan merasa terkejut. Ia mengumpulkan para pembesar dan penasihat kerajaan untuk bermusyawarah. Ratu Bilqis adalah seorang pemimpin yang bijaksana dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

Ia membacakan surat itu di hadapan mereka dan meminta pendapat. Para pembesar kerajaan, yang merasa gagah dan kuat, menawarkan untuk berperang melawan Nabi Sulaiman. Mereka berkata, "Kami memiliki kekuatan dan keberanian untuk berperang, namun keputusan ada di tanganmu."

Namun, Ratu Bilqis menolak tawaran perang. Ia berpendapat bahwa raja-raja yang menaklukkan suatu negeri biasanya merusak dan menghinakan penduduknya. Ratu Bilqis memilih jalan lain, yaitu diplomasi. Ia memutuskan untuk mengirimkan hadiah yang sangat mewah kepada Nabi Sulaiman, dengan tujuan untuk menguji apakah Nabi Sulaiman seorang raja biasa yang tamak atau seorang Nabi yang utusan Allah.

Jawaban Nabi Sulaiman dan Tantangan Pemindahan Singgasana

Ketika utusan Ratu Saba' datang membawa hadiah-hadiah mewah, Nabi Sulaiman menolak dengan tegas. Ia berkata, "Apakah kalian hendak memberiku harta? Harta yang Allah berikan kepadaku jauh lebih baik dari apa yang kalian berikan. Justru kalian yang bergembira dengan hadiah kalian."

Nabi Sulaiman kemudian mengancam akan datang dengan pasukan yang tidak bisa mereka lawan, jika mereka tidak datang tunduk dan beriman. Setelah utusan itu kembali, Nabi Sulaiman ingin menunjukkan mukjizat dan kebesaran Allah. Ia berkata kepada para pembesar di sekitarnya, "Siapakah di antara kalian yang bisa memindahkan singgasana Ratu Bilqis ke hadapanku, sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang yang tunduk?"

Seorang jin ifrit, yang terkenal kuat, menyanggupi untuk memindahkan singgasana itu sebelum Nabi Sulaiman berdiri dari tempat duduknya. Namun, seorang ulama yang memiliki ilmu dari kitab (ilmu Allah) bernama Ashif bin Barkhiya menyanggupi untuk memindahkannya hanya dalam sekejap mata. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Naml ayat 40, "...Aku akan membawanya kepadamu sebelum matamu berkedip."

Dengan izin Allah, Ashif bin Barkhiya berhasil memindahkan singgasana yang sangat besar dan berat itu dari istana Ratu Saba' di Yaman ke istana Nabi Sulaiman di Palestina dalam waktu yang sangat singkat. Ketika Nabi Sulaiman melihat singgasana itu berada di hadapannya, ia bersyukur kepada Allah dan berkata, "Ini adalah karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur."

Kedatangan Ratu Saba' dan Ujian Jembatan Kaca

Ratu Bilqis akhirnya datang ke istana Nabi Sulaiman. Setelah tiba, Nabi Sulaiman menyuruh orang-orangnya untuk mengubah sedikit bagian dari singgasana Ratu Bilqis. Ketika Ratu Bilqis melihat singgasana itu, ia ditanya, "Apakah singgasanamu seperti ini?" Ratu Bilqis menjawab dengan cerdas, "Seakan-akan itu adalah dia (singgasana saya)." Jawaban ini menunjukkan kecerdasan dan ketelitian Ratu Bilqis.

Ujian berikutnya adalah saat Ratu Bilqis hendak memasuki sebuah ruangan. Lantai ruangan tersebut terbuat dari kaca yang sangat bening, di bawahnya terdapat air yang dialiri ikan. Ratu Bilqis mengira itu adalah genangan air dan ia menyingsingkan roknya agar tidak basah. Nabi Sulaiman kemudian berkata, "Sesungguhnya ini adalah istana yang dilapisi kaca."

Ratu Bilqis merasa sangat kagum. Ia menyadari bahwa ia telah berhadapan dengan seorang Nabi yang memiliki kekuasaan luar biasa yang berasal dari Allah, bukan sekadar raja yang perkasa. Kejadian ini membuatnya tersadar bahwa segala kemegahan dan kekayaan yang dimilikinya tidak sebanding dengan kekuasaan Allah.

Keislaman Ratu Saba'

Pada akhirnya, Ratu Bilqis menyatakan keimanannya. Ia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku sendiri. Dan sekarang aku tunduk (menyerahkan diri) bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam."

Dengan keislaman Ratu Bilqis, seluruh rakyatnya di kerajaan Saba' juga ikut memeluk Islam. Ini adalah kemenangan dakwah Nabi Sulaiman yang berhasil menyebarkan tauhid tanpa pertumpahan darah.

Pelajaran Berharga dari Kisah ini:

  • Hikmah dan Kebijaksanaan: Kisah ini mengajarkan pentingnya hikmah dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, seperti yang ditunjukkan oleh Ratu Bilqis yang memilih jalan diplomasi daripada perang.

  • Kekuasaan Allah: Kisah ini menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Allah yang tidak terbatas, di mana Nabi Sulaiman diberi mukjizat luar biasa yang tidak dapat ditandingi oleh manusia manapun.

  • Pentingnya Dakwah: Nabi Sulaiman tidak langsung menghancurkan Ratu Bilqis dan kerajaannya, melainkan memulai dengan dakwah melalui surat. Ini adalah contoh cara berdakwah yang santun dan bijaksana.

  • Keimanan yang Benar: Kisah ini mengingatkan kita bahwa segala kemegahan dunia tidak ada artinya di hadapan keimanan kepada Allah. Ratu Bilqis, meski memiliki kekuasaan dan kekayaan, pada akhirnya memilih keimanan yang sejati.

Sumber : Surat An-Naml
Share:

01 Agustus 2025

Keutamaan Hari Jumat: Pintu Rahmat dan Amalan Berlipat Ganda



Hari Jumat adalah hari yang istimewa dalam Islam, bahkan dianggap sebagai "sayyidul ayyam" atau rajanya hari. Keistimewaan hari ini tidak hanya tercantum dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad ﷺ, tetapi juga diamini oleh para ulama. Jumat menjadi waktu yang penuh berkah, di mana setiap amalan baik dilipatgandakan pahalanya dan doa-doa lebih mudah dikabulkan.
Dalil Keutamaan Hari Jumat
Keutamaan hari Jumat telah ditegaskan dalam Al-Qur'an, terutama dalam Surah Al-Jumu'ah. Allah berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ
 إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Terjemahan:
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumu'ah: 9)
Ayat ini secara jelas memerintahkan umat Islam untuk meninggalkan aktivitas duniawi dan bergegas menuju masjid untuk menunaikan salat Jumat. Perintah ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah pada hari tersebut.
Selain Al-Qur'an, banyak hadis yang juga menguatkan keistimewaan hari Jumat. Salah satunya adalah sabda Rasulullah ﷺ:
 خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ فِيهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ
 
Terjemahan:
"Sebaik-baik hari di mana matahari terbit di dalamnya adalah hari Jumat. Pada hari itu, Adam diciptakan, pada hari itu ia dimasukkan ke surga, dan pada hari itu pula ia dikeluarkan dari surga. Dan tidak akan terjadi hari kiamat kecuali pada hari Jumat." (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah manusia, mulai dari penciptaan Adam hingga hari kiamat, terjadi pada hari Jumat. Hal ini menambah kemuliaan dan keagungan hari tersebut.
Amalan-Amalan yang Dianjurkan pada Hari Jumat
Para ulama sepakat bahwa ada beberapa amalan sunah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan pada hari Jumat. Amalan-amalan ini tidak hanya membersihkan diri secara fisik, tetapi juga secara spiritual.

1. Memperbanyak Selawat kepada Nabi Muhammad ﷺ
Berselawat pada hari Jumat memiliki keutamaan yang luar biasa. Rasulullah ﷺ bersabda:
 أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ

Terjemahan:
"Perbanyaklah selawat kepadaku pada hari Jumat, karena sesungguhnya selawat kalian akan disampaikan kepadaku." (HR. Abu Daud)
Para ulama seperti Imam Syafi'i sangat menekankan amalan ini, menganjurkan umatnya untuk memperbanyak selawat, terutama pada malam dan siang hari Jumat.

2. Membaca Surah Al-Kahfi
Membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat merupakan amalan yang sangat dianjurkan. Rasulullah ﷺ bersabda:
 مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ، أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

Terjemahan:
"Barang siapa membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat, maka akan memancar cahaya baginya antara dua Jumat." (HR. Hakim)
Cahaya ini, menurut para ulama, bisa diartikan sebagai bimbingan spiritual atau perlindungan dari fitnah, khususnya fitnah Dajjal.

3. Mandi dan Berpakaian Bersih
Menjaga kebersihan fisik adalah sunah yang sangat ditekankan pada hari Jumat. Rasulullah ﷺ bersabda:
 غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ، وَيَسْتَاكُ، وَيَمَسُّ مِنَ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ

Terjemahan:
"Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang baligh, hendaknya ia bersiwak, dan memakai wangi-wangian jika ia memilikinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain mandi, dianjurkan juga untuk mengenakan pakaian terbaik dan bersih, serta memakai wangi-wangian saat hendak pergi ke masjid.

4. Menyegerakan Pergi ke Masjid dan Mendengarkan Khotbah
Datang lebih awal ke masjid untuk salat Jumat memiliki keutamaan yang besar. Rasulullah ﷺ memberikan perumpamaan pahala seperti bersedekah unta bagi yang datang paling awal, hingga bersedekah telur bagi yang datang di akhir.
 إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلَائِكَةٌ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ، فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَدَخَلُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

Terjemahan:
"Jika tiba hari Jumat, maka di setiap pintu masjid ada malaikat yang mencatat orang yang datang pertama dan berikutnya. Jika imam sudah duduk (di mimbar), mereka melipat lembaran catatan dan masuk untuk mendengarkan khotbah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Mendengarkan khotbah dengan seksama dan tidak berbicara adalah syarat sahnya salat Jumat dan merupakan adab yang penting.

Kesimpulan 
Hari Jumat adalah hari yang istimewa, hari penuh rahmat dan ampunan. Ia bukan hanya sekadar akhir pekan, tetapi juga waktu di mana kita dapat membersihkan diri, menguatkan iman, dan memohon ampunan dari Allah.
Mari kita jadikan setiap hari Jumat sebagai momen untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Penuhi hari Jumat kita dengan amalan-amalan sunah: perbanyak selawat, baca Surah Al-Kahfi, bersihkan diri, dan bersegeralah ke masjid.
Jangan sia-siakan kesempatan emas ini. Sesungguhnya, kebaikan yang kita tanam pada hari Jumat akan berbuah kebaikan yang tak terhingga. Jadikan Jumat sebagai pengingat, bahwa kehidupan ini adalah ladang amal, dan Jumat adalah hari panen yang paling subur. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang senantiasa memanfaatkan setiap Jumat dengan sebaik-baiknya.

Share:

Indahnya Kejujuran, Buruknya Kebohongan

   اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَام، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ إِنَّما يَفتَرِي الكَذِبَ الَّذينَ لا يُؤمِنونَ بِآياتِ اللَّـهِ وَأُولـئِكَ هُمُ الكاذِبون

Hadirin yang dirahmati Allah, Khatib mengajak jamaah sekalian dan diri khatib pribadi, agar kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, dengan sebenar-benarnya takwa. Takwa adalah kunci utama bagi keselamatan dunia dan akhirat, dan hanya dengan ketakwaan kita dapat memperoleh ridha Allah SWT. Semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang senantiasa berada di jalan yang benar.

Pada kesempatan yang penuh berkah ini, khatib ingin mengajak kita semua untuk merenungi dan memahami salah satu perbuatan yang berujung kepada dosa, yaitu berbohong. Berbohong bukan hanya perbuatan tercela, tetapi juga dapat membawa keburukan yang luas, baik bagi individu maupun masyarakat.   Jamaah sekalian, Islam menempatkan kejujuran sebagai salah satu prinsip utama yang harus dijaga oleh setiap Muslim. Sebaliknya, kebohongan adalah salah satu ciri orang-orang munafik. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

  آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ، إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Artinya, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika diberi amanah ia berkhianat.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadirin yang dirahmati Allah, Berbohong dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, baik secara lisan, tulisan, maupun tindakan. Bahkan dalam masa sekarang ini, kita sering menyaksikan kebohongan tersebar luas melalui media sosial. Namun, apa pun bentuknya, berbohong tetaplah perbuatan yang tercela dan harus kita jauhi bersama. Rasulullah SAW pernah bersabda:

  مَا كَانَ خُلُقٌ أبغَضَ إلَى رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مِنَ الكَذِبِ، ولَقَد كَانَ الرَّجُلُ يَكذِبُ عِندَ رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – الكَذْبَةَ، فما يزالُ فى نَفْسِهِ عَلَيه حَتَّى يَعَلَمَ أنَّه قَد أحدَثَ مِنْهَا تَوبَةً

Artinya, “Tidak ada akhlak yang lebih dibenci oleh Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- selain kebohongan. Sungguh, apabila seseorang berbohong di hadapan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka hal itu akan terus membekas di hatinya (Rasulullah) hingga dia mengetahui bahwa orang tersebut telah bertobat darinya.” (HR Al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra).

Berbohong itu bertentangan dengan fitrah manusia yang sebenarnya diciptakan Allah untuk mencintai kebenaran. Ketika seseorang berbohong, dia merusak hati nuraninya sendiri. Selain itu, berbohong juga berdampak buruk pada fisik dan psikologi. Misalnya, saat berbohong, detak jantung bisa meningkat, muncul keringat dingin, atau merasa gugup. Reaksi ini menunjukkan bahwa kebohongan tidak sesuai dengan sistem alami tubuh kita. Lebih dari itu, berbohong dapat menimbulkan efek domino. Seseorang yang terbiasa berbohong akan sulit dipercaya oleh orang lain. Rasulullah SAW bersabda:

  إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ، وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا، وَعَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا

Artinya, “Hati-hatilah kalian terhadap kebohongan, karena sesungguhnya kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Seseorang yang terus-menerus berbohong dan berusaha untuk berbohong, akan dicatat di sisi Allah sebagai seorang pembohong. Sebaliknya, berpegang teguhlah pada kejujuran, karena sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa ke surga. Seseorang yang selalu berkata jujur dan berusaha untuk jujur, akan dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang sangat jujur.” (HR. Bukhari).

Syekh Ibnu Ruslan dalam Syarh Sunan Abi Dawud jilid 19 halaman 131 menjelaskan, kebiasaan berbohong ini tidak hanya membuat seseorang dikenal sebagai pembohong di dunia, tetapi juga di hadapan Allah dan para malaikat. Bahkan, jika ia berkata jujur setelah itu, orang-orang tetap sulit mempercayainya. Maka dari itu, sangat penting bagi kita untuk menghindari kebohongan sekecil apa pun, karena dampaknya sangat buruk, baik bagi diri sendiri apalagi bagi orang lain.

Hadirin yang dirahmati Allah, Selain merugikan diri sendiri, kebohongan juga dapat merusak hubungan sosial. Ketika seseorang berbohong untuk menutupi kesalahan, ia sebenarnya sedang menanam benih ketidakpercayaan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan dalam banyak kasus, kebohongan bisa menjadi penyebab utama perpecahan dan konflik. Oleh karena itu, Allah SWT mengingatkan kita agar senantiasa menjaga kejujuran dalam segala hal:

  يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ ۝٧٠

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (QS Al-Ahzab: 70).   Kejujuran adalah sifat yang mendekatkan kita kepada ridlo Allah SWT dan menjauhkan kita dari murka-Nya

Dalam hadits yang telah kami sampaikan di awal tadi Rasulullah menjelaskan keutamaan kejujuran. Orang yang selalu berkata jujur dan berusaha menjaga kejujurannya akan dicatat oleh Allah sebagai shiddîq, yakni seseorang yang memiliki derajat tinggi karena kejujurannya.   Kejujuran tidak hanya mencakup ucapan, tetapi juga niat dan tindakan. Dengan berlaku jujur, seseorang akan lebih mudah melakukan amal kebajikan yang murni, terbebas dari niat buruk, sehingga ia termasuk golongan orang yang beruntung. Pada akhirnya, kebajikan itu akan membawanya kepada rahmat Allah dan surga-Nya. Oleh karena itu, menjaga kejujuran adalah kunci utama untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Namun, ada beberapa keadaan di mana Islam memberikan kelonggaran untuk tidak mengatakan kebenaran secara mutlak, selama itu bertujuan untuk kebaikan. Misalnya, dalam upaya mendamaikan dua pihak yang bertikai, menjaga keharmonisan rumah tangga, atau melindungi nyawa seseorang yang tidak bersalah. Rasulullah SAW bersabda:

  لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِي خَيْرًا أَوْ يَقُولُ خَيْرًا

Artinya, “Tidak dianggap berdusta seseorang yang berkata untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih, dia berkata sesuatu yang baik atau menyampaikan kebaikan.” (HR Bukhari dan Muslim).   Akan tetapi, kelonggaran ini harus dipahami dengan bijak dan tidak boleh disalahgunakan. Dalam keadaan normal, kejujuran tetaplah menjadi prioritas utama bagi setiap Muslim.

Hadirin yang dirahmati Allah, Marilah kita jadikan ini sebagai pengingat untuk senantiasa menjaga kejujuran dalam hidup kita. Mari kita hindari segala bentuk kebohongan, baik yang kecil maupun yang besar. Ingatlah bahwa setiap ucapan dan perbuatan kita akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk selalu berkata benar dan menjauhkan kita dari sifat dusta.

  بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْاٰنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. اَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا، وَاَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ، وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

  اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللّٰهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ.  أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى    فَقَدْ قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر    إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ     اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ   عٍبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللّٰهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرْ

Sumber : nuonline dengan sedikit editing



Share:

30 Juli 2025

Hukum Ternak Babi dalam Islam: Pandangan Ulama dan Implikasinya



Dalam Islam, babi adalah hewan yang diharamkan secara mutlak. Keharaman ini tidak hanya terbatas pada konsumsinya, tetapi juga meluas ke berbagai aspek yang berkaitan dengannya, termasuk ternak dan segala bentuk interaksi dengannya. Berikut adalah penjelasan mengenai hukum ternak babi menurut para ulama, implikasinya bagi para pekerja, serta hukum penghasilannya.

Dalil Keharaman Babi

Keharaman babi dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur'an dan diperkuat oleh Hadits Nabi Muhammad SAW. Beberapa ayat Al-Qur'an yang menjadi dasar hukumnya antara lain:

 * QS. Al-Baqarah (2): 173: "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

 * QS. Al-Ma'idah (5): 3: "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah..."

 * QS. An-Nahl (16): 115: "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Ayat-ayat ini dengan jelas menyatakan keharaman daging babi, namun para ulama sepakat bahwa keharaman ini meliputi seluruh bagian babi, termasuk kulit, tulang, lemak, dan bahkan rambutnya, karena dianggap najis secara keseluruhan.

Hukum Ternak Babi Menurut Pendapat Para Ulama

Mayoritas ulama dari berbagai mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) sepakat bahwa beternak babi adalah haram. Dasar pelarangan ini adalah:
 * Diharamkannya Daging Babi: Jika memakan dagingnya saja haram, maka segala aktivitas yang mengarah pada penyediaan atau produksi babi, termasuk beternak, juga menjadi haram. Ini didasarkan pada kaidah fikih: "Segala sesuatu yang mengantar kepada yang haram, maka hukumnya haram."

 * Najisnya Babi: Babi termasuk hewan yang najis mughallazhah (najis berat). Berinteraksi langsung dengan babi dalam aktivitas ternak akan selalu melibatkan sentuhan dengan najisnya, yang menuntut proses pensucian khusus. Meskipun najis bisa disucikan, namun secara syariat, memelihara hewan najis untuk tujuan komersial atau selain kepentingan darurat (misalnya penelitian yang disetujui ulama) tidak dibenarkan.

 * Tidak Ada Manfaat Syar'i: Tujuan utama beternak adalah mengambil manfaat dari hewan tersebut, baik untuk dimakan, diperjualbelikan, atau dimanfaatkan bagian tubuhnya. Karena babi diharamkan untuk dikonsumsi dan bagian tubuhnya dianggap najis, maka tidak ada manfaat syar'i yang bisa diambil dari aktivitas beternak babi.

Para ulama juga menyandarkan pada hadits tentang pelarangan penjualan khamr, bangkai, babi, dan berhala. Dari Jabir bin Abdullah RA, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda pada tahun penaklukan Mekah: "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi dan berhala." (HR. Bukhari dan Muslim). Meskipun hadits ini berbicara tentang jual beli, namun implikasinya adalah bahwa memelihara atau memproduksinya untuk tujuan jual beli juga haram.

Hukum Penghasilan (Gaji) Bagi Pekerja Ternak Babi

Karena aktivitas beternak babi dihukumi haram, maka secara otomatis penghasilan yang didapat dari pekerjaan tersebut juga dihukumi haram. Ini karena gaji atau upah tersebut berasal dari transaksi atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

 * Prinsip Umum: Dalam Islam, penghasilan harus diperoleh dari sumber yang halal dan melalui cara yang halal pula. Pekerjaan yang haram akan menghasilkan penghasilan yang haram.

 * Implikasi: Jika seorang Muslim bekerja di peternakan babi, maka ia secara langsung terlibat dalam aktivitas yang diharamkan. Penghasilan yang ia terima dari pekerjaan tersebut, meskipun mungkin digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, tetap dikategorikan sebagai penghasilan yang tidak berkah dan wajib untuk dihindari.

 * Nasihat Ulama: Para ulama akan menasihati Muslim yang bekerja di sektor ini untuk segera mencari pekerjaan lain yang halal. Jika terpaksa karena belum menemukan pekerjaan lain, mereka harus berusaha keras mencari alternatif, bertaubat, dan memperbanyak istighfar. Sebagian ulama juga menyarankan agar penghasilan dari pekerjaan haram tersebut tidak dimakan secara langsung, melainkan disalurkan untuk kepentingan umum atau fakir miskin dengan niat membersihkan harta, tanpa berharap pahala dari penyaluran tersebut.

Kesimpulan

Berdasarkan dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadits, serta ijma' (konsensus) sebagian besar ulama, hukum ternak babi adalah haram. Konsekuensinya, bekerja di peternakan babi bagi seorang Muslim juga haram, dan penghasilan yang didapatkan dari pekerjaan tersebut adalah penghasilan yang haram. Umat Islam dianjurkan untuk menjauhi segala bentuk transaksi dan pekerjaan yang berkaitan dengan babi demi menjaga kesucian harta dan keberkahan hidup.

Share:

Bagaimana Hukum Rokok ?



Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus kertas atau daun, yang biasa dihisap dengan membakar salah satu ujungnya. Praktik merokok ini telah menjadi bagian dari kebudayaan di berbagai belahan dunia, namun membawa dampak kesehatan yang serius.

Apakah Ada Rokok di Zaman Nabi?

Tidak ada rokok di zaman Nabi Muhammad SAW. Tembakau, bahan dasar rokok, berasal dari benua Amerika dan baru diperkenalkan ke dunia Barat (Eropa) setelah kedatangan Christopher Columbus pada akhir abad ke-15. Dari Eropa, tembakau kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk dunia Islam, jauh setelah masa kenabian. Oleh karena itu, tidak ada pembahasan eksplisit mengenai rokok dalam Al-Qur'an dan Hadits.

Kapan Mulai Ada Rokok?

Sejarah penggunaan tembakau dimulai ribuan tahun yang lalu, sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi, di Amerika Selatan. Pada awalnya, tembakau digunakan dalam ritual spiritual dan pengobatan, baik dengan cara dihisap maupun dikunyah.
Tembakau baru diperkenalkan ke Eropa pada abad ke-16 oleh penjelajah Eropa. Kemudian, pada abad ke-17, tembakau dibawa ke Indonesia oleh penjajah Portugis dan Belanda. Inovasi pembuatan rokok modern, yaitu tembakau yang dilinting dengan kertas, mulai berkembang pada abad ke-19. Di Indonesia sendiri, rokok kretek mulai dikembangkan sekitar tahun 1870 oleh Haji Djamhari di Kudus.

Dampak Rokok Bagi Kesehatan

Rokok mengandung ribuan zat kimia berbahaya, di antaranya nikotin, tar, dan karbon monoksida, yang sangat merugikan kesehatan. Dampak negatif rokok terbagi menjadi:

 * Dampak pada Perokok Aktif:

   * Penyakit Paru-paru: Kanker paru-paru, emfisema (kerusakan kantung udara paru-paru), bronkitis kronis (peradangan permanen saluran pernapasan), PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis), TBC, dan pneumonia. Rokok menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas serta jaringan paru-paru.

   * Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah: Penyakit jantung koroner, stroke, tekanan darah tinggi, dan aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah). Nikotin dapat mengganggu irama jantung dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Karbon monoksida mengurangi pasokan oksigen ke jantung.

   * Kanker Lain: Kanker mulut, bibir, kerongkongan, laring, esofagus, pankreas, ginjal, kandung kemih, dan leukemia. Tar dalam rokok dapat merusak sel-sel dan menyebabkan pertumbuhan sel ganas.

   * Masalah Penglihatan: Glaucoma, katarak, dan degenerasi makula terkait usia, yang dapat menyebabkan kebutaan permanen.

   * Masalah pada Sistem Saraf Pusat: Nikotin bersifat adiktif dan dapat menyebabkan ketergantungan serta memengaruhi suasana hati.

   * Gangguan Reproduksi: Impotensi pada pria, penurunan kualitas sperma, dan masalah kesuburan. Pada wanita hamil, merokok dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) dan risiko keguguran.

   * Dampak Lain: Kerusakan gigi dan gusi, penuaan dini pada kulit, melemahnya sistem kekebalan tubuh, dan peningkatan risiko diabetes.

 * Dampak pada Perokok Pasif:

   Asap rokok yang dihirup oleh orang di sekitar perokok (perokok pasif) bahkan lebih berbahaya dibandingkan asap yang dihisap langsung oleh perokok aktif. Data menunjukkan bahwa sekitar 1,2 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun disebabkan oleh paparan asap rokok pasif, termasuk penyakit jantung, kanker paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan bawah. Anak-anak dan bayi sangat rentan terhadap dampak perokok pasif.

Apakah Ada Manfaat Rokok?

Secara medis dan ilmiah, tidak ada manfaat rokok bagi kesehatan. Klaim seperti merokok dapat menghilangkan stres, meningkatkan fokus, atau memberikan kenikmatan adalah efek sementara yang disebabkan oleh nikotin yang memicu pelepasan hormon dopamin di otak. Namun, efek ini bersifat adiktif dan justru membuat perokok ketergantungan. Dalam jangka panjang, rokok justru meningkatkan risiko gangguan mood seperti depresi dan kecemasan. Beberapa klaim yang pernah beredar mengenai manfaat rokok (misalnya untuk kolitis ulserativa atau Parkinson) telah dibantah oleh penelitian lebih lanjut atau disertai dengan risiko kesehatan lain yang jauh lebih besar.

Bagaimana Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Rokok?

Meskipun rokok tidak ada di zaman Nabi SAW, para ulama melakukan ijtihad (penalaran hukum) dengan merujuk pada prinsip-prinsip syariat Islam. Ada beberapa pandangan di kalangan ulama mengenai hukum rokok, namun mayoritas ulama kontemporer cenderung mengharamkannya:

 * Haram: Ini adalah pendapat mayoritas ulama kontemporer dan menjadi pandangan dominan di banyak lembaga fatwa Islam, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).

   * Alasan:
     * Membahayakan Kesehatan (Dharar): Dalil utama adalah kaidah fikih "لا ضرر ولا ضرار" (Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain). Rokok terbukti secara ilmiah membahayakan kesehatan perokok aktif dan perokok pasif, menyebabkan berbagai penyakit mematikan. Allah SWT berfirman: "...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan..." (QS. Al-Baqarah: 195).

     * Pemborosan Harta (Tabdzir): Merokok dianggap sebagai pemborosan harta pada sesuatu yang tidak memberikan manfaat, bahkan mudarat. Allah SWT berfirman: "...dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan..." (QS. Al-Isra': 26-27).

     * Memabukkan atau Membiuskan (Iskaar): Meskipun rokok tidak memabukkan seperti khamr, nikotin memiliki efek candu yang serupa dengan sifat membius, menyebabkan ketergantungan dan hilangnya kontrol diri dalam arti tertentu.

     * Mempunyai Bau Tidak Sedap: Asap rokok dapat mengganggu orang lain, terutama di tempat ibadah atau perkumpulan.
 * Makruh: Beberapa ulama terdahulu dan sebagian kecil ulama kontemporer berpendapat hukumnya makruh (dianjurkan untuk ditinggalkan).

   * Alasan: Mereka menganggap bahaya rokok relatif kecil atau belum ada bukti ilmiah yang sekuat sekarang pada masa mereka. Mereka berpegang pada kaidah "hukum asal sesuatu adalah mubah (boleh) sampai ada dalil yang mengharamkan". Namun, dengan bukti medis yang semakin kuat, pandangan ini semakin ditinggalkan.

 * Mubah (Boleh): Ini adalah pandangan yang sangat jarang dipegang oleh ulama dan umumnya merupakan pendapat yang sudah tidak relevan lagi mengingat perkembangan ilmu pengetahuan tentang bahaya rokok.

Pendapat Ulama Kontemporer:
Mayoritas ulama kontemporer dari berbagai mazhab dan lembaga fatwa (seperti MUI di Indonesia, ulama-ulama dari Al-Azhar, fatwa Majelis Fiqih Sedunia) cenderung sepakat bahwa rokok hukumnya haram. Mereka mendasarkan fatwa ini pada bukti medis yang tak terbantahkan mengenai dampak buruk rokok terhadap kesehatan.

Contoh Fatwa MUI:
MUI pada tahun 2009 mengeluarkan fatwa yang mengharamkan rokok di tempat umum, bagi anak-anak dan wanita hamil. Meskipun fatwa ini tidak secara mutlak mengharamkan rokok bagi semua, namun sudah menjadi langkah besar untuk melindungi masyarakat dari bahaya rokok. Banyak ulama di Indonesia juga secara personal mengeluarkan fatwa haram mutlak berdasarkan dalil-dalil di atas.

Data Pengaruh Negatif Rokok Terhadap Kesehatan di Indonesia
Indonesia memiliki salah satu prevalensi perokok tertinggi di dunia. Data menunjukkan bahwa:

 * Penyakit Kritis: Rokok adalah faktor risiko utama untuk berbagai penyakit kronis dan mematikan di Indonesia, seperti kanker (terutama kanker paru-paru dan nasofaring), penyakit jantung koroner, stroke, PPOK, dan diabetes

 * Kematian Dini: Jutaan orang Indonesia meninggal setiap tahun akibat penyakit yang berhubungan dengan merokok. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahun secara global.

 * Beban Ekonomi: Merokok juga membebani sistem kesehatan negara dengan biaya pengobatan yang tinggi untuk penyakit terkait rokok. Selain itu, hilangnya produktivitas akibat sakit dan kematian dini perokok juga merupakan kerugian ekonomi.

 * Perokok Pasif: Tingginya jumlah perokok aktif di Indonesia juga berarti banyak penduduk yang menjadi perokok pasif, terutama wanita dan anak-anak di rumah, yang meningkatkan risiko mereka terhadap berbagai penyakit.

Kesimpulan

Rokok adalah produk yang mengandung zat-zat adiktif dan sangat berbahaya bagi kesehatan, baik bagi perokok aktif maupun pasif. Ia tidak memiliki manfaat medis yang terbukti. Keberadaannya baru muncul jauh setelah zaman Nabi Muhammad SAW.
Melihat banyaknya dalil dari Al-Qur'an dan Hadits yang melarang segala sesuatu yang membahayakan diri dan orang lain, serta memboroskan harta, mayoritas ulama kontemporer telah sepakat bahwa hukum rokok adalah haram. Pendapat ini didukung kuat oleh data ilmiah dan medis yang tak terbantahkan mengenai dampak negatif rokok terhadap kesehatan. Oleh karena itu, menjauhi rokok adalah pilihan yang bijak dan selaras dengan ajaran Islam untuk menjaga kesehatan diri, keluarga, dan masyarakat.

Share:

Postingan Populer