Pendosawalan Kalinyamatan Jepara

14 Agustus 2025

Relevansi Nilai-Nilai Pramuka dengan Ajaran Islam


Gerakan Pramuka, sebuah wadah pembinaan karakter, memiliki nilai-nilai luhur yang tidak hanya bersifat universal, tetapi juga sangat relevan dan selaras dengan ajaran Islam. Nilai-nilai ini terangkum dalam Dasa Dharma dan Tri Satya, yang secara mendalam mencerminkan prinsip-prinsip Islam yang menekankan pada pembentukan pribadi yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi sesama.

1. Ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa (Takwa kepada Allah SWT)

Nilai pertama dalam Dasa Dharma, "Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa," adalah pondasi utama dalam ajaran Islam. Takwa berarti menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya karena rasa takut dan cinta kepada-Nya.

  • Ayat Al-Qur'an:

    Allah SWT berfirman:

    ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ุงุชَّู‚ُูˆุง ุงู„ู„َّู‡َ ุญَู‚َّ ุชُู‚َุงุชِู‡ِ ูˆَู„َุง ุชَู…ُูˆุชُู†َّ ุฅِู„َّุง ูˆَุฃَู†ุชُู… ู…ُّุณْู„ِู…ُูˆู†َ

    Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Ali 'Imran: 102)

  • Contoh Nyata:

    Seorang anggota Pramuka yang Muslim mengamalkan nilai ini dengan selalu menjaga salat lima waktu meskipun sedang dalam kegiatan kemah di hutan. Ia juga memulai setiap kegiatan Pramuka dengan doa dan bersyukur atas nikmat alam yang diciptakan Allah SWT.

2. Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama Manusia (Ukhuwah dan Khalifah)

Pramuka mengajarkan untuk mencintai alam dan menyayangi sesama manusia. Dalam Islam, manusia diamanahkan sebagai khalifah (pemimpin) di bumi untuk menjaga alam dan berbuat baik kepada semua makhluk.

  • Hadits:

    Rasulullah SAW bersabda:

    "ุงู„ุฑَّุงุญِู…ُูˆู†َ ูŠَุฑْุญَู…ُู‡ُู…ُ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ُ ุงุฑْุญَู…ُูˆุง ู…َู†ْ ูِูŠ ุงู„ْุฃَุฑْุถِ ูŠَุฑْุญَู…ْูƒُู…ْ ู…َู†ْ ูِูŠ ุงู„ุณَّู…َุงุกِ"

    Artinya: "Orang-orang yang penyayang itu akan disayangi oleh Ar-Rahman (Allah). Sayangilah yang ada di bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh yang ada di langit." (HR. At-Tirmidzi)

  • Contoh Nyata:

    Dalam kegiatan jambore, seorang Pramuka aktif dalam kegiatan menanam pohon dan membersihkan sungai. Ia juga peduli terhadap teman-temannya yang kesulitan, membantu mereka mendirikan tenda atau berbagi bekal, yang mencerminkan semangat ukhuwah Islamiyah.

3. Patuh dan Suka Bermusyawarah (Syura)

Sikap patuh dan musyawarah dalam Pramuka sejalan dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan ketaatan kepada pemimpin selama tidak menyimpang dari ajaran syariat dan menekankan pentingnya musyawarah dalam mengambil keputusan.

  • Ayat Al-Qur'an:

    Allah SWT berfirman tentang sifat orang beriman:

    ูˆَุฃَู…ْุฑُู‡ُู…ْ ุดُูˆุฑَู‰ٰ ุจَูŠْู†َู‡ُู…ْ

    Artinya: "Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka..." (QS. Asy-Syura: 38)

  • Contoh Nyata:

    Saat merencanakan kegiatan Perkemahan Sabt-Ahad (Persami), regu Pramuka tidak langsung mengambil keputusan sendiri. Mereka berkumpul, berdiskusi, dan mendengarkan pendapat dari setiap anggota sebelum mencapai kesepakatan bersama, yang dipimpin oleh ketua regu.

4. Suci dalam Pikiran, Perkataan, dan Perbuatan (Ihsan dan Akhlak Karimah)

Pramuka mengajarkan untuk selalu menjaga kesucian hati, ucapan, dan tindakan. Ini adalah esensi dari akhlak karimah (akhlak mulia) dan ihsan (berbuat baik seolah-olah melihat Allah).

  • Hadits:

    Rasulullah SAW bersabda:

    "ุฅِู†َّู…َุง ุจُุนِุซْุชُ ู„ِุฃُุชَู…ِّู…َ ู…َูƒَุงุฑِู…َ ุงู„ْุฃَุฎْู„َุงู‚ِ"

    Artinya: "Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia." (HR. Al-Bukhari dalam Adab Al-Mufrad)

  • Contoh Nyata:

    Seorang Pramuka yang Muslim selalu berbicara santun kepada teman-temannya, tidak menyebarkan fitnah, dan menjaga hati dari prasangka buruk. Dalam setiap perbuatannya, ia selalu berusaha jujur dan ikhlas, seperti saat bertugas menjaga pos atau membantu orang tua di rumah.

Kesimpulan

Nilai-nilai Pramuka yang terangkum dalam Dasa Dharma dan Tri Satya adalah cerminan dari ajaran Islam yang berfokus pada pembentukan karakter unggul. Dari ketakwaan kepada Tuhan, kasih sayang terhadap sesama, hingga sikap jujur dan bertanggung jawab, semua memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Gerakan Pramuka bukan hanya sekadar kegiatan fisik, tetapi juga sebuah madrasah moral yang melatih generasi muda untuk menjadi individu yang bertaqwa, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi masyarakat.


"Seorang Pramuka yang sejati adalah cerminan seorang Muslim yang beriman; ia berbakti di dunia karena Tuhannya, berbuat baik kepada sesama karena cintanya, dan menjadi pemimpin yang amanah karena tanggung jawabnya."


SELAMAT HARI PRAMUKA YANG KE-64 












Share:

13 Agustus 2025

Tadabbur Surat Al-Hujurat Ayat 12 (3) : Larangan Ghibah



Bahaya Ghibah: Ketika Lisan Menjadi Pedang yang Mematikan

      Lisan adalah anugerah terbesar dari Allah SWT, namun juga bisa menjadi sumber malapetaka yang paling berbahaya. Di antara berbagai penyakit lisan, ghibah atau menggunjing adalah salah satu yang paling sering terjadi dan paling sulit dihindari. Ghibah, yaitu membicarakan keburukan orang lain di belakangnya, secara tegas dilarang dalam Islam. Al-Qur'an memberikan perumpamaan yang sangat mengerikan untuk perbuatan ini, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Hujurat ayat 12:

"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

    Ayat di atas dengan sangat jelas memberikan larangan terhadap ghibah, bahkan menyandingkannya dengan perbuatan yang sangat menjijikkan: memakan daging saudara sendiri yang sudah mati. Perumpamaan ini bukan tanpa alasan. Ghibah secara moral sama dengan mencabik-cabik kehormatan dan harga diri seseorang yang tidak bisa membela diri.

      Mengapa ghibah sangat dilarang?

  1. Merusak Kehormatan dan Harga Diri: Ghibah menyebarkan aib seseorang yang seharusnya tertutup. Ini merusak reputasi dan kehormatan mereka di mata orang lain.

  2. Menimbulkan Permusuhan dan Kebencian: Ghibah adalah racun dalam persaudaraan. Jika seseorang tahu bahwa ia digunjing, ia akan merasa sakit hati dan menimbulkan permusuhan.

  3. Memusnahkan Pahala: Ghibah adalah salah satu perbuatan yang dapat memindahkan pahala seseorang kepada orang yang digunjing. Pahala shalat, puasa, dan sedekah kita bisa habis hanya karena membicarakan keburukan orang lain.

Catatan Penting: Ghibah tidak hanya tentang kebohongan. Menggunjing keburukan orang lain meskipun keburukan itu benar adanya tetaplah haram. Jika yang dibicarakan itu tidak benar, maka dosanya lebih besar lagi, yaitu fitnah atau buhtan.

Contoh Ghibah dalam Kehidupan Sehari-hari

  • Di Tempat Kerja: Saat makan siang, sekelompok karyawan membicarakan kebiasaan buruk rekan kerja mereka yang tidak ada di sana. "Si Budi itu kalau kerja lambat sekali, makanya deadline-nya sering telat," ucap salah satu dari mereka.

  • Di Lingkungan Pergaulan: Sekelompok ibu-ibu berkumpul dan membicarakan gaya hidup tetangga mereka. "Tetangga kita yang baru itu suka pakai baju yang agak terbuka, ya. Padahal dia sudah punya suami," kata salah satu ibu.

  • Di Media Sosial: Seseorang menyebarkan tangkapan layar (screenshot) pesan pribadi atau status teman untuk diejek di grup percakapan lain tanpa izin.

     Rasulullah SAW memberikan definisi yang sangat jelas tentang ghibah, sekaligus memperingatkan kita tentang bahayanya.

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda, "Tahukah kalian apa itu ghibah?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Kamu membicarakan tentang saudaramu sesuatu yang dia benci." Seseorang bertanya, "Bagaimana jika yang saya katakan itu memang ada padanya?" Beliau menjawab, "Jika yang kamu katakan itu memang ada padanya, maka kamu telah melakukan ghibah. Dan jika tidak ada padanya, maka kamu telah berbuat bohong (buhtan)." (HR. Muslim)

      Hadits ini adalah tamparan keras bagi mereka yang beralasan, "Tapi kan itu benar." Kebenaran yang disampaikan dengan cara menggunjing tetaplah dosa.

Para ulama menempatkan ghibah sebagai dosa yang sangat serius.

  • Imam An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin menyebutkan bahwa ghibah adalah dosa besar. Beliau juga menjelaskan bahwa seorang mukmin harus selalu menahan lisannya dari membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat, apalagi yang dapat merusak kehormatan orang lain.

  • Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan bahwa seseorang yang menggunjing adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan, karena ia sibuk dengan aib orang lain daripada memperbaiki diri sendiri. Ia bahkan menyamakan ghibah dengan meminum air kotor.

Penutup

      Ghibah adalah dosa yang mudah dilakukan namun berat akibatnya. Perumpamaan dalam Al-Qur'an tentang memakan bangkai saudara sendiri sudah cukup untuk membuat kita bergidik ngeri. Oleh karena itu, kita harus selalu berhati-hati dalam menjaga lisan.

Mulailah dengan melatih diri untuk selalu beristighfar setiap kali terlintas keinginan untuk menggunjing. Sibukkanlah diri dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti membaca Al-Qur'an, berdzikir, atau memperbaiki kualitas diri. Ingatlah, kehormatan seorang muslim adalah sesuatu yang sangat berharga di sisi Allah. Jangan sampai kita menjadi orang yang merusaknya.

Semoga Allah SWT senantiasa menjaga lisan kita dari perbuatan ghibah dan menjadikan kita hamba-Nya yang selalu menjaga kehormatan saudara-saudara kita.

Share:

12 Agustus 2025

Tadabbur Surat Al-Hujurat Ayat 12 (2) : Larangan Tajassus




Dalam kehidupan modern yang serba terhubung, godaan untuk mengetahui urusan pribadi orang lain semakin besar. Media sosial, grup percakapan, dan bahkan aplikasi pengintai seringkali membuat kita tergoda untuk melakukan tajassus—mencari-cari kesalahan atau aib orang lain. Namun, Islam secara tegas melarang perbuatan ini, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Hujurat ayat 12:

"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Tajassus adalah perbuatan mencari-cari atau menyelidiki aib orang lain, baik dengan cara menguping pembicaraan, mengintip, atau bahkan meretas akun pribadi. Ayat di atas secara eksplisit melarang perbuatan ini dengan frasa "walฤ tajassasลซ" yang berarti "janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain."

Mengapa Allah SWT melarang perbuatan ini?

  1. Melanggar Privasi dan Kehormatan: Setiap individu memiliki hak atas privasinya. Allah SWT menciptakan manusia dengan kehormatan dan harga diri yang harus dijaga. Ketika kita melakukan tajassus, kita secara langsung melanggar privasi dan merendahkan kehormatan orang lain.

  2. Membuka Pintu Fitnah dan Kebencian: Tajassus seringkali diawali dengan prasangka buruk (suudzon) dan berakhir dengan ghibah (menggunjing) atau bahkan fitnah. Perbuatan ini dapat merusak hubungan sosial, menimbulkan permusuhan, dan menyebarkan kebencian di tengah masyarakat.

  3. Hati Menjadi Kotor: Seseorang yang terbiasa mencari aib orang lain akan memiliki hati yang tidak bersih. Pikirannya selalu dipenuhi dengan kecurigaan dan keburukan. Ini akan menghalangi datangnya kebaikan dan keberkahan dalam hidupnya.

Contoh Tajassus dalam Kehidupan Sehari-hari

  • Mencari-cari tahu keburukan orang lain melalui temannya, saudaranya, atau  tetangganya dan lain-lain.

  • Menguping Pembicaraan rahasia orang lain. 

  • Membuka-buka folder atau pesan pribadi melalui HP/komputer orang lain tanpa hak atau tanpa ijin dengan tujuan mencari kesalahan atau aib orang tersebut.

  • dan lain-lain.

Rasulullah SAW memberikan peringatan keras terhadap pelaku tajassus.

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda, "Jauhilah oleh kalian berprasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka buruk itu adalah ucapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang lain, jangan memata-matai, jangan saling mendengki, jangan saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa tajassus merupakan salah satu perbuatan yang dapat merusak persaudaraan antar sesama muslim. Tajassus seringkali menjadi akar dari berbagai penyakit hati lainnya seperti kedengkian dan permusuhan.

Para ulama memberikan penekanan penting tentang bahaya tajassus.

  • Imam Hasan Al-Basri pernah berkata, "Demi Allah, sungguh seorang mukmin tidak akan mencurigai orang lain dan tidak akan mencari-cari aib mereka."

  • Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa tajassus adalah tindakan yang dilarang karena dapat merusak hubungan sosial dan memicu kebencian. Beliau menegaskan bahwa seorang muslim harus menjaga kehormatan saudaranya seperti ia menjaga kehormatan dirinya sendiri.

Penutup

Larangan tajassus dalam Islam bukanlah tanpa alasan. Larangan ini bertujuan untuk menjaga kehormatan individu, menciptakan masyarakat yang harmonis, dan membersihkan hati dari segala penyakit. Al-Qur'an dan hadits Nabi mengajarkan kita untuk fokus pada perbaikan diri sendiri daripada sibuk mencari-cari aib orang lain.

Mari kita renungkan kembali. Setiap kita memiliki kekurangan dan aib. Jika kita tidak ingin orang lain mengintai dan menyebarkan aib kita, maka kita juga tidak boleh melakukannya kepada orang lain. Dengan menghindari tajassus, kita tidak hanya menaati perintah Allah, tetapi juga membangun hubungan yang lebih baik dan saling percaya.

Semoga Allah SWT senantiasa menjaga lisan dan perbuatan kita dari segala hal yang dapat merusak diri dan orang lain. Aamiin.

Share:

11 Agustus 2025

Tadabbur Surat Al-Hujurat Ayat 12 (1) : Larangan Berprasangka Buruk



​Prasangka buruk, atau dalam bahasa Arab disebut dhonn atau su'udzon, adalah penyakit hati yang seringkali kita anggap remeh. Padahal, Allah SWT secara tegas memperingatkan kita untuk menjauhinya. Dalam surat Al-Hujurat ayat 12, prasangka buruk diletakkan di awal larangan sebelum ghibah dan tajassus, menunjukkan betapa berbahayanya penyakit ini:

​ูŠَٰุٓฃَูŠُّู‡َุง ูฑู„َّุฐِูŠู†َ ุกَุงู…َู†ُูˆุง ูฑุฌْุชَู†ِุจُูˆุง ูƒَุซِูŠุฑًุง ู…ِّู†َ ูฑู„ุธَّู†ِّ ุฅِู†َّ ุจَุนْุถَ ูฑู„ุธَّู†ِّ ุฅِุซْู…ٌ ۖ ูˆَู„َุง ุชَุฌَุณَّุณُูˆุง ูˆَู„َุง ูŠَุบْุชَุจ ุจَّุนْุถُูƒُู… ุจَุนْุถًุง ۚ ุฃَูŠُุญِุจُّ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ุฃَู† ูŠَุฃْูƒُู„َ ู„َุญْู…َ ุฃَุฎِูŠู‡ِ ู…َูŠْุชًุง ูَูƒَุฑِู‡ْุชُู…ُูˆู‡ُ ۚ ูˆَูฑุชَّู‚ُูˆุง ูฑู„ู„َّู‡َ ۚ ุฅِู†َّ ูฑู„ู„َّู‡َ ุชَูˆَّุงุจٌ ุฑَّุญِูŠู…ٌ
​"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
​Ayat di atas dimulai dengan kalimat "jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan)" karena prasangka buruk adalah akar dari segala keburukan sosial. Ia menjadi benih yang menumbuhkan kebencian, kecurigaan, dan permusuhan. Prasangka buruk adalah asumsi negatif yang kita buat tentang orang lain tanpa adanya bukti yang kuat atau fakta yang jelas.
​Mengapa prasangka buruk sangat berbahaya?

Menyebabkan Dosa: Allah SWT dengan jelas menyatakan bahwa "sebagian prasangka itu adalah dosa." Artinya, tidak semua prasangka adalah dosa, tetapi kebanyakan prasangka yang muncul dari kecurigaan dan pikiran negatif adalah dosa.

Merusak Hubungan Sosial: Prasangka buruk dapat merusak hubungan persaudaraan. Ketika kita berprasangka buruk pada seseorang, kita akan mulai menjauhinya, bersikap dingin, atau bahkan membicarakannya di belakang.

​Memicu Perbuatan Maksiat Lainnya: Prasangka buruk adalah pintu gerbang menuju tajassus (mencari-cari kesalahan) dan ghibah (menggunjing). Prasangka memicu rasa penasaran untuk membenarkan prasangka tersebut, yang kemudian mendorong seseorang untuk mencari-cari aib. Setelah aib ditemukan (baik benar atau tidak), ia akan cenderung membicarakannya.

Contoh Prasangka Buruk dalam Kehidupan Sehari-hari :
- ​Seseorang melihat HP temannya dikunci dan disandi, kemudian dia mengira bahwa teman yang HP-nya dikunci tersebut berisi konten-konten yang tak pantas atau bahkan dia berprasangka temannya sedang selingkuh, padahal yang sebenarnya adalah temannya sedang melindungi datanya yang penting jangan sampai hilang atau rusak karena menyangkut dengan pekerjaan sehari-hari.

- ​Seorang ibu melihat anaknya pulang terlambat. Ia langsung berprasangka buruk bahwa anaknya pergi ke tempat yang tidak baik, padahal mungkin saja anaknya sedang membantu seorang teman yang sedang dalam kesulitan.

​- Ketika melihat tetangga yang sering pulang larut malam, kita langsung berprasangka bahwa ia melakukan pekerjaan yang tidak benar, padahal bisa jadi ia adalah seorang pekerja keras yang harus lembur setiap hari.
​Rasulullah SAW memperingatkan umatnya tentang bahaya prasangka buruk.
​Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda, 

ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ู‚َุงู„َ: ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…: "ุฅِูŠَّุงูƒُู…ْ ูˆَุงู„ุธَّู†َّ، ูَุฅِู†َّ ุงู„ุธَّู†َّ ุฃَูƒْุฐَุจُ ุงู„ْุญَุฏِูŠุซِ، ูˆَู„َุง ุชَุฌَุณَّุณُูˆุง،
 ูˆَู„َุง ุชَุญَุณَّุณُูˆุง، ูˆَู„َุง ุชَู†َุงูَุณُูˆุง، ูˆَู„َุง ุชَุฏَุงุจَุฑُูˆุง، ูˆَูƒُูˆู†ُูˆุง ุนِุจَุงุฏَ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฅِุฎْูˆَุงู†ًุง." (ุฑูˆุงู‡ ุงู„ุจุฎุงุฑูŠ ูˆู…ุณู„ู…)
"Jauhilah oleh kalian berprasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka buruk itu adalah ucapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang lain, jangan memata-matai, jangan saling mendengki, jangan saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara." (HR. Bukhari dan Muslim)

​Hadits ini mengibaratkan prasangka buruk sebagai "ucapan yang paling dusta" karena prasangka buruk adalah asumsi yang seringkali tidak benar. Dengan menjauhi prasangka buruk, kita dapat menjaga hati kita dari kedengkian dan permusuhan, serta mempererat tali persaudaraan.

​Para ulama memberikan nasihat berharga mengenai cara menghindari prasangka buruk:
​Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa "dhonn" (prasangka) adalah dugaan yang tidak didasari bukti. Beliau menegaskan bahwa seorang mukmin harus selalu berprasangka baik (husnuzhon) kepada saudaranya selama tidak ada bukti yang jelas dan kuat.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menyebutkan bahwa prasangka buruk adalah pintu utama dari penyakit hati. Beliau menganjurkan agar kita selalu berusaha mencari alasan baik (uzur) atas perbuatan orang lain, karena hal tersebut dapat membersihkan hati dan menjaga hubungan baik.

​Penutup
​Prasangka buruk adalah penyakit hati yang merusak. Ia tidak hanya merusak hubungan kita dengan orang lain, tetapi juga merusak hubungan kita dengan Allah SWT. Dengan menjauhi prasangka buruk, kita menunjukkan ketaatan kita kepada Allah dan Rasul-Nya.
​Mulailah dengan melatih diri untuk selalu berprasangka baik (husnuzhon) kepada setiap orang. Ketika muncul pikiran negatif tentang seseorang, segeralah beristighfar dan mencoba mencari alasan baik atas perbuatannya. Dengan begitu, hati kita akan menjadi lebih tenang, damai, dan penuh dengan kasih sayang.

​Semoga Allah SWT membersihkan hati kita dari segala penyakit dan menjadikan kita hamba-Nya yang senantiasa berprasangka baik. Aamiin.

Share:

10 Agustus 2025

Khutbah Jum'at: Cara Bersyukur Atas Nikmat Kemerdekaan


ุญَู…ْุฏُ ู„ِู„ّٰู‡ِ ุงู„َّุฐِูŠْ ุฃَู†ْุนَู…َู†َุง ุจِู†ِุนْู…َุฉِ ุงู„ْุงِูŠْู…َุงู†ِ ูˆَุงู„ْุงِุณْู„َุงู…ِ، ูˆَุงู„ุตَّู„َุงุฉُุงู„ ูˆَุงู„ุณَّู„َุงู…ُ ุนَู„ٰู‰ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ู…ُุญَู…َّุฏٍ ุฎَูŠْุฑِุงู„ ุงู„ْุฃَู†َุงู…ِ، ูˆَุนَู„ٰู‰ ุงٰู„ِู‡ِ ูˆَุฃَุตْุญَุงุจِู‡ِ ุงู„ْูƒِุฑَุงู…ِ، ุฃَุดْู‡َุฏُ ุงَู†ْ ู„َุง ุงِู„ٰู‡َ ุงِู„َّุง ุงู„ู„ู‡ُ ุงู„ْู…َู„ِูƒُ ุงู„ْู‚ُุฏُّูˆْุณُ ุงู„ุณَّู„َุงู…ُ ูˆَุฃَุดْู‡َุฏُ ุงَู†َّ ุณَูŠِّุฏَู†َุง ูˆَุญَุจِูŠْุจَู†َุง ู…ُุญَู…َّุฏًุง ุนَุจْุฏُู‡ُ ูˆَุฑَุณُูˆْู„ُู‡ُ ุตَุงุญِุจُ ุงู„ุดَّุฑَูِ ูˆَุงู„ْุฅِุญْุชِุฑَุงู…، ุฃَู…َّุง ุจَุนْุฏُ: ูَูŠَุงุนِุจَุงุฏَ ุงู„ู„ู‡ِ، ุงِุชَّู‚ُูˆุง ุงู„ู„ّٰู‡َ ุญَู‚َّ ุชُู‚َุงุชِู‡ِ ูˆَู„َุง ุชَู…ُูˆْุชُู†َّ ุงِู„َّุง ูˆَุฃَู†ْุชُู…ْ ู…ُุณْู„ِู…ُูˆْู†َ، ู‚َุงู„َ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ุชَุนَุงู„َู‰ ูِูŠ ุงู„ْู‚ُุฑْุงٰู†ِ ุงู„ْุนَุธِูŠْู…ِ. ุฃَุนُูˆْุฐُ ุจِุงู„ู„ّٰู‡ِ ู…ِู†َ ุงู„ุดَّูŠْุทَุงู†ِ ุงู„ุฑَّุฌِูŠْู…ِ ุจِุณْู…ِ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…ٰู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู…ِ ูˆَุฅِุฐْ ุชَุฃَุฐَّู†َ ุฑَุจُّูƒُู…ْ ู„َุฆِู† ุดَูƒَุฑْุชُู…ْ ู„َุฃَุฒِูŠุฏَู†َّูƒُู…ْ ۖ ูˆَู„َุฆِู† ูƒَูَุฑْุชُู…ْ ุฅِู†َّ ุนَุฐَุงุจِู‰ ู„َุดَุฏِูŠุฏٌ


Hadlirin…..

Marilah kita selalu bertakwa kepada Allah....

 

Hadlirin…..

Setiap tanggal 17 Agustus, seluruh rakyat Indonesia larut dalam euforia perayaan Hari Kemerdekaan. Bendera Merah Putih berkibar di setiap sudut pelosok negeri, lantunan lagu kebangsaan bergema di seluruh Nusantara. Kemerdekaan adalah nikmat tak ternilai harganya. Sebuah hasil dari perjuangan para pahlawan yang mengorbankan jiwa dan raga demi membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan. Kita sebagai generasi penerus yang merasakan nikmat kemerdekaan ini wajib berterima kasih atas jasa para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa raga demi kemeredekaan Indonesia. Yang utama adalah rasa syukur  kita tujukan kepada Allah SWT., karena kalau bukan atas izin-Nya, nikmat kemerdekaan ini tidak kan pernah kita rasakan. 

Rasa Syukur bisa kita ekspresikan dalam berbagai bentuk, mengucap Alhamdulillah, bersujud syukur, adalah diantara contohnya. Terkait momentum perayaan kemerdekaan, biasanya rasa syukur biasa  kita ekspresikan dalam berbagai kegiatan yang menggembirakan, mulai dari selamatan, makan-makan bersama, mengadakan lomba-lomba dan juga menggelar berbagai panggung hiburan.

Namun,  Ekspresi syukur yang sejati seharusnya tidak hanya terbatas pada euforia sesaat, tetapi juga tercermin dalam sikap, perbuatan, dan tanggung jawab kita sebagai warga negara.

Hadirin…..

Ekspresi rasa syukur yang sejati diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Mengenang Jasa Pahlawan: Rasa syukur yang paling mendasar adalah dengan tidak melupakan sejarah. Menghargai perjuangan pahlawan dengan mendo’akan mereka semoga perjuangannya diterima oleh Allah, untuk selanjutnya meneladani semangat mereka. Semangat pantang menyerah, rela berkorban, dan cinta tanah air harus terus dihidupkan dalam diri kita.
  2. Menjaga Persatuan dan Kesatuan: Kemerdekaan diraih berkat persatuan dari berbagai suku, agama, dan golongan. Merayakan kemerdekaan adalah dengan terus merawat kebhinekaan. Menghindari perpecahan, intoleransi, dan konflik adalah wujud nyata dari rasa syukur kita atas persatuan yang telah diwariskan.
  3. Mengisi Kemerdekaan dengan Prestasi: Para pahlawan telah membebaskan kita dari penjajahan fisik. Tugas kita sekarang adalah membebaskan bangsa dari kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Bekerja keras, belajar dengan tekun, berinovasi, dan berkontribusi positif bagi bangsa adalah cara terbaik untuk mengisi kemerdekaan. Ini adalah bentuk syukur yang paling produktif dan mencerminkan rasa syukur yang sebenarnya. 

Hadirin…..

Ekspresi rasa syukur sebagaimana tersebut diatas tentunya sudah sesuai dengan tuntunan agama, yaitu dengan melakasanakan hal-hal yang positif yang bermanfaat bagi diri sendiri ataupun untuk orang lain. Sebagaimana ucapan nabi sulaiman yang tertulis dalam al qur’an ketika beliau mendapat nikmat, yaitu…

ุฑَุจِّ ุฃَูˆْุฒِุนْู†ِูŠ ุฃَู†ْ ุฃَุดْูƒُุฑَ ู†ِุนْู…َุชَูƒَ ุงู„َّุชِูŠ ุฃَู†ْุนَู…ْุชَ ุนَู„َูŠَّ ูˆَุนَู„َู‰ٰ ูˆَุงู„ِุฏَูŠَّ ูˆَุฃَู†ْ ุฃَุนْู…َู„َ ุตَุงู„ِุญًุง ุชَุฑْุถَุงู‡ُ ูˆَุฃَุฏْุฎِู„ْู†ِูŠ ุจِุฑَุญْู…َุชِูƒَ ูِูŠ ุนِุจَุงุฏِูƒَ ุงู„ุตَّุงู„ِุญِูŠู†َ

"Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai. Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih."

Ayat tersebut adalah bagian dari doa Nabi Sulaiman a.s. yang terdapat dalam Al-Qur'an, surat An-Naml ayat 19.

Dalam ayat ini jelas bahwa syukur atas kenikmatan yang sejati adalah dengan berterima kasih, kemudian melakukan amal sholih yang diridloi oleh Allah dan berharap dikumpulkan dalam golongan orang-orang sholih.

Hadirin…..

Sayangnya, di sisi lain, kita juga sering mendapati  perayaan kemerdekaan yang diekspresikan dengan cara yang kurang tepatl, bahkan ada yang melenceng jauh dari makna syukur itu sendiri.menjauhkan kita dari hakikat Syukur.

  1. Contohya adalah bererapa lomba yang dilaksanakan hanya sebatas untuk  menghibur diri dengan mentertawakan aksi orang lain yang seringkali merendahkan nilai-nilai kemanusiaan, seperti cepat-cepatan makan kerupuk  yang dilakukan sambil berdiri. Atau juga banyak-banyakan makan yang melebihi porsi normal manusia. Kedua jenis lomba tersebut tentu tidak sesuai dengan tuntunan adab makan dalam agama kita. Islam mengajarkan etika makan diantaranya tidak tergesa-gesa apalagi adu cepat, tidak juga sambil berdiri dan kita disuruh makan secukupnya sesuai porsi masing-masing. Tidak diperbolehkan makan secara berlebihan. Kemudian lomba atau permainan dengan kostum yang tidak sesuai dengan jenis kelamin, dimana laki-laki memakai daster yang mana itu adalah pakaian wanita. Ini juga tidak sesuai dengan norma agama, karena nabi Muhammad SAW. dengan tegas melarang laki-laki berpenampilan seperti wanita dan begitu juga sebaliknya. Yang demikian adalah perbuatan yang kurang tepat sebagai ekspresi syukur.
  2. Panggung-panggung hiburan yang menampilkan aurat wanita yang bisa memancing syahwat lelaki, yang tidak jarang juga dijadikan tempat pesta minuman keras, perjudian, dan terkadang pula menimbulkan kericuhan sampai  berujung tawuran. Ini jelas bukanlah bagian dari ekspresi syukur atas nikmat kemerdekaan, tapi justru sebaliknya, yaitu kufur terhadap nikmat dari Allah SWT. karena nyata-nyata melakukan sesuatu yang tidak diridhoi oleh yang telah memberi nikmat.

Allah telah dengan tegas berfirman di dalam Al qur’an :

ูˆَุฅِุฐْ ุชَุฃَุฐَّู†َ ุฑَุจُّูƒُู…ْ ู„َุฆِู† ุดَูƒَุฑْุชُู…ْ ู„َุฃَุฒِูŠุฏَู†َّูƒُู…ْ ۖ ูˆَู„َุฆِู† ูƒَูَุฑْุชُู…ْ ุฅِู†َّ ุนَุฐَุงุจِู‰ ู„َุดَุฏِูŠุฏٌ

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.'"

Dari ayat tersebut menjadi jelas rumusan bahwa jika kita ingin mempertahankan kenikmatan atau bahkan meningkatkan nikmat yang kita rasakan, kuncinya adalah dengan bersyukur yang sebenar-benarnya syukur. Namun sebaliknya jika kita kufur, maka Allah mengancam kita dengan azab yang sangat pedih.

 Hadirin….

Merayakan Hari Kemerdekaan adalah hak setiap warga negara, tetapi penting untuk selalu menempatkannya dalam konteks yang sesuai dengan tuntunan agama. Kemerdekaan adalah anugerah yang harus disyukuri, bukan sekadar dirayakan dengan bereuforia tanpa arti.

Mari kita rayakan hari kemerdekaan dengan berbagai lomba yang mengasah ketrampilan, ketangkasan, maupun adu cepat yang  sesuai dengan tuntunan agama kita. Begitu juga ketika menggelar hiburan, tetap dalam koridor aturan syariat dan menghormati norma-norma yang berlaku di masyarakat setempat.

Mari jadikan setiap perayaan 17 Agustus sebagai momentum untuk kembali merenungkan, meneladani, dan berkomitmen untuk menjadi warga negara yang lebih baik. Jauhkan diri dari perayaan yang hanya berujung pada hura-hura tanpa makna. 

Mari kita tunjukkan rasa syukur kita yang sejati dengan terus menjaga, merawat, dan membangun Indonesia menjadi negara yang maju, adil, makmur dan sejahtera, sesuai dengan cita-cita para pahlawan bangsa. Karena sejatinya, kemerdekaan adalah tanggung jawab yang harus kita emban demi membuat negara kita menjadi baldatun thoyyibatun warobbun ghofur, bukan sekadar pesta, bergembira dan tertawa-tawa. 

Selamat merayakan hari kemerdekaan Indonesia yang ke - 80. 

Semoga Indonesia semakin jaya.

ุจุงุฑَูƒَ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ู„ِูŠْ ูˆَู„َูƒُู…ْ ูِูŠْ ุงู„ْู‚ُุฑْุงٰู†ِ ุงู„ْูƒَุฑِูŠْู…ِ، ูˆَู†َูَุนَู†ِูŠْ ูˆَุงِูŠَّุงูƒُู…ْ ุจِู…َุง ูِูŠْู‡ِ ู…ِู†َ ุงู„ุฐِّูƒْุฑِ ุงู„ْุญَูƒِูŠْู…ِ. ุงَู‚ُูˆْู„ُ ู‚َูˆْู„ِูŠْ ู‡ٰุฐَุง، ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُ ุงู„ู„ّٰู‡َ ุงู„ْุนَุธِูŠْู…َ ู„ِูŠْ ูˆَู„َูƒُู…ْ، ูˆَู„ِุณَุงุฆِุฑِ ุงู„ْู…ُุณْู„ِู…ِูŠْู†َ ู…ِู†ْ ูƒُู„ِّ ุฐَู†ْุจٍ، ูَุงุณْุชَุบْูِุฑُูˆْู‡ُ ุงِู†َّู‡ٗ ู‡ُูˆَ ุงู„ْุบَูُูˆْุฑُ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู…ُ

Khutbah II

  ุงَู„ْุญَู…ْุฏُ ู„ِู„ّٰู‡ِ ุงู„َّุฐِูŠ ู‡َุฏَุงู†َุง ู„ِู‡َุฐَุง ูˆَู…َุง ูƒُู†َّุง ู„ِู†َู‡ْุชَุฏِูŠَ ู„َูˆْู„َุง ุฃَู†ْ ู‡َุฏَุงู†َุง ุงู„ู„ّٰู‡ُ. ุฃَุดْู‡َุฏُ ุฃَู†ْ ู„َุง ุฅِู„ٰู‡َ ุฅِู„َّุง ุงู„ู„ّٰู‡ُ ูˆَุญْุฏَู‡ُ ู„َุง ุดَุฑِูŠْูƒَ ู„َู‡ُ، ูˆَุฃَุดْู‡َุฏُ ุฃَู†َّ ู…ُุญَู…َّุฏًุง ุนَุจْุฏُู‡ُ ูˆَุฑَุณُูˆْู„ُู‡ُ ู„َุง ู†َุจِูŠَّ ุจَุนْุฏَู‡ُ. ุงَู„ู„ّٰู‡ُู…َّ ุตَู„ِّ ูˆَุณَู„ِّู…ْ ูˆَุจَุงุฑِูƒْ ุนَู„َู‰ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِู‡ِ ูˆَุตَุญْุจِู‡ِ ุงู„ู…ُุฌَุงู‡ِุฏِูŠْู†َ ุงู„ุทَّุงู‡ِุฑِูŠْู†َ.  ุฃَู…َّุง ุจَุนْุฏُ، ูَูŠَุง ุขูŠُّู‡َุง ุงู„ุญَุงุถِุฑُูˆْู†َ، ุฃُูˆْุตِูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฅِูŠَّุงูŠَ ุจِุชَู‚ْูˆَู‰ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ูˆَุทَุงุนَุชِู‡ِ ู„َุนَู„َّูƒُู…ْ ุชُูْู„ِุญُูˆْู†َ. ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ุงุชَّู‚ُูˆุง ุงู„ู„ّٰู‡َ ุญَู‚َّ ุชُู‚َุงุชِู‡ِ ูˆَู„َุง ุชَู…ُูˆุชُู†َّ ุฅِู„َّุง ูˆَุฃَู†ْุชُู…ْ ู…ُุณْู„ِู…ُูˆู†َ، ูˆَุชَุฒَูˆَّุฏُูˆุง ูَุฅِู†َّ ุฎَูŠْุฑَ ุงู„ุฒَّุงุฏِ ุงู„ุชَّู‚ْูˆَู‰    ูَู‚َุฏْ ู‚َุงู„َ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ุชَุนَุงู„َู‰ ูِูŠ ูƒِุชَุงุจِู‡ِ ุงู„ْูƒَุฑِูŠْู…ِ ุฃَุนُูˆْุฐُ ุจِุงู„ู„ّٰู‡ِ ู…ِู†َ ุงู„ุดَّูŠْุทَุงู†ِ ุงู„ุฑَّุฌِูŠْู…ِ، ุจِุณْู…ِ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู…ِ: ูˆَุงู„ْุนَุตْุฑِ. ุฅِู†َّ ุงู„ْุฅِู†ْุณَุงู†َ ู„َูِูŠ ุฎُุณْุฑٍ. ุฅِู„َّุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ูˆَุนَู…ِู„ُูˆุง ุงู„ุตَّุงู„ِุญَุงุชِ ูˆَุชَูˆَุงุตَูˆْุง ุจِุงู„ْุญَู‚ِّ ูˆَุชَูˆَุงุตَูˆْุง ุจِุงู„ุตَّุจْุฑ    ุฅِู†َّ ุงู„ู„ّٰู‡َ ูˆَู…َู„َุงุฆِูƒَุชَู‡ُ ูŠُุตَู„ُّูˆู†َ ุนَู„َู‰ ุงู„ู†َّุจِูŠِّ ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ุตَู„ُّูˆุง ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„ِّู…ُูˆุง ุชَุณْู„ِูŠู…ًุง. ุงู„ู„ّٰู‡ُู…َّ ุตَู„ِّ ุนَู„َู‰ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูƒَู…َุง ุตَู„َّูŠْุชَ ุนَู„َู‰ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ุฅِุจْุฑَุงู‡ِูŠู…َ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ุฅِุจْุฑَุงู‡ِูŠู…َ، ูˆَุจَุงุฑِูƒْ ุนَู„َู‰ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูƒَู…َุง ุจَุงุฑَูƒْุชَ ุนَู„َู‰ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ุฅِุจْุฑَุงู‡ِูŠู…َ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ุฅِุจْุฑَุงู‡ِูŠู…َ، ูِู‰ ุงู„ْุนَุงู„َู…ِูŠู†َ ุฅِู†َّูƒَ ุญَู…ِูŠุฏٌ ู…َุฌِูŠุฏٌ    

ุงَู„ู„ّٰู‡ُู…َّ ุงุบْูِุฑْ ู„ِู„ْู…ُุณْู„ِู…ِูŠْู†َ ูˆَุงู„ْู…ُุณْู„ِู…َุงุชِ ูˆَุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِูŠْู†َ ูˆَุงู„ْู…ُุคْู…ِู†َุงุชِ. ุงَู„ู„ّٰู‡ُู…َّ ุงุฏْูَุนْ ุนَู†َّุง ุงู„ْุบَู„َุงุกَ ูˆَุงู„ْูˆَุจَุงุกَ ูˆَุงู„ุทَّุงุนُูˆْู†َ ูˆَุงู„ْุงَู…ْุฑَุงุถَ ูˆَุงู„ْูِุชَู†َ ู…َุง ู„َุง ูŠَุฏْูَุนُู‡ُ ุบَูŠْุฑُูƒَ ุนَู†ْ ุจَู„َุฏِู†َุง ู‡ٰุฐَุง ุงِู†ْุฏُูˆْู†ِูŠْุณِูŠَّุง ุฎَุงุตَّุฉً ูˆَุนَู†ْ ุณَุงุฆِุฑِ ุจِู„َุงุฏِ ุงู„ْู…ُุณْู„ِู…ِูŠْู†َ ุนَุงู…َّุฉً ูŠَุง ุฑَุจَّ ุงู„ْุนَุงู„َู…ِูŠْู†َ. ุฑَุจَّู†َุง ุงٰุชِู†َุง ูِูŠ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ุญَุณَู†َุฉً ูˆَ ูِูŠ ุงู„ْุงٰุฎِุฑَุฉِ ุญَุณَู†َุฉً ูˆَ ู‚ِู†َุง ุนَุฐَุงุจَ ุงู„ู†َّุงุฑِ   ุนٍุจَุงุฏَ ุงู„ู„ّٰู‡ِ، ุฅِู†َّ ุงู„ู„ّٰู‡َ ูŠَุฃْู…ُุฑُ ุจِุงْู„ุนَุฏْู„ِ ูˆَุงْู„ุฅِุญْุณَุงู†ِ ูˆَุฅِูŠْุชุงุกِ ุฐِูŠ ุงْู„ู‚ُุฑْุจู‰َ ูˆَูŠَู†ْู‡َู‰ ุนَู†ِ ุงْู„ูَุญْุดุงุกِ ูˆَุงْู„ู…ُู†ْูƒَุฑِ ูˆَุงْู„ุจَุบْูŠِ ูŠَุนِุธُูƒُู…ْ ู„َุนَู„َّูƒُู…ْ ุชَุฐَูƒَّุฑُูˆْู†َ، ูˆَุงุฐْูƒُุฑُูˆุง ุงู„ู„ّٰู‡َ ุงْู„ุนَุธِูŠْู…َ ูŠَุฐْูƒُุฑْูƒُู…ْ، ูˆَุงุดْูƒُุฑُูˆْู‡ُ ุนَู„ู‰َ ู†ِุนَู…ِู‡ِ ูŠَุฒِุฏْูƒُู…ْ، ูˆَู„َุฐِูƒْุฑُ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ุฃَูƒْุจَุฑ

 

Share:

Postingan Populer