Pendosawalan Kalinyamatan Jepara

07 September 2025

Pentingnya Menjaga Muru'ah bagi Seorang Guru


Muru'ah adalah sebuah konsep dalam etika Islam yang merujuk pada kehormatan, harga diri, dan martabat seseorang. Ini bukan hanya tentang penampilan fisik, tapi juga tentang akhlak, perilaku, dan integritas. Bagi seorang guru, menjaga muru'ah adalah hal yang sangat penting, karena profesi ini memiliki peran sentral dalam membentuk karakter dan moralitas generasi mendatang. Berikut adalah beberapa alasan mengapa muru'ah sangat krusial bagi seorang pendidik.

Guru Sebagai Teladan (Uswatun Hasanah)
Seorang guru adalah panutan bagi murid-muridnya. Apa yang diucapkan, dilakukan, dan bahkan bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain akan menjadi contoh. Muru'ah memastikan bahwa teladan yang diberikan adalah teladan yang baik.

Jika seorang guru memiliki muru'ah, ia akan menjaga sikap, ucapan, dan perilakunya di dalam maupun di luar sekolah. Ia akan menghindari perbuatan yang merusak citra dirinya, seperti berbohong, ingkar janji, atau bersikap tidak adil. Murid akan melihat integritas dan konsistensi ini, yang pada akhirnya akan membentuk karakter mereka.

Menumbuhkan Rasa Hormat dan Kepercayaan Murid
Ketika seorang guru memiliki muru'ah, ia akan dihormati oleh murid-muridnya. Rasa hormat ini bukan karena paksaan, melainkan karena kewibawaan dan integritas yang terpancar dari dirinya. Murid akan lebih mudah menerima pelajaran dan nasihat dari guru yang mereka hormati dan percayai.

Sebaliknya, jika seorang guru sering melakukan tindakan yang tidak pantas, seperti sering terlambat, tidak adil dalam menilai, atau menggunakan bahasa kasar, murid akan kehilangan rasa hormat. Hal ini akan berdampak buruk pada proses belajar mengajar. Kepercayaan adalah fondasi utama dalam hubungan guru dan murid.

Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Muru'ah juga berpengaruh pada kualitas pembelajaran. Seorang guru yang menjaga muru'ahnya akan selalu mempersiapkan materi dengan baik, mengajar dengan sungguh-sungguh, dan berusaha memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya. Ia tidak akan mudah merasa puas dengan hasil yang biasa-biasa saja.

Komitmen dan dedikasi yang muncul dari muru'ah ini akan menular kepada murid. Mereka akan melihat bahwa belajar adalah sesuatu yang serius dan penting, bukan sekadar kewajiban. Ini akan mendorong mereka untuk lebih giat dan bertanggung jawab dalam belajar.

Menjaga Kehormatan Profesi Guru
Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dengan menjaga muru'ah, seorang guru turut menjaga kehormatan dan martabat profesi ini secara keseluruhan. Tindakan seorang guru yang tidak bermuru'ah bisa mencoreng nama baik seluruh komunitas pendidik.

Ketika masyarakat melihat bahwa para guru adalah individu yang berintegritas dan bermartabat, kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan akan meningkat. Ini akan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi guru untuk mengemban tugasnya dengan baik.

Kesimpulan
Menjaga muru'ah bukanlah beban, melainkan sebuah kebutuhan esensial bagi seorang guru. Ini adalah investasi jangka panjang untuk diri sendiri, murid, dan profesi keguruan. Dengan muru'ah, seorang guru tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur, membentuk karakter, dan menginspirasi generasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Muru'ah adalah cerminan dari hati yang tulus dan niat yang lurus dalam mendidik.

Share:

04 September 2025

Adzan: Panggilan Suci dari Langit


Adzan, sebuah kata yang bergema di seluruh penjuru dunia Muslim, bukan sekadar pengumuman waktu salat. Ia adalah panggilan suci, sebuah seruan yang menghidupkan jiwa dan mengingatkan umat manusia akan kehadiran Penciptanya.

Pengertian Adzan
Secara bahasa, kata "azan" berasal dari bahasa Arab, أَذَانٌ, yang berarti "pemberitahuan" atau "seruan". Dalam istilah syariat Islam, azan adalah serangkaian lafadz-lafadz khusus yang diucapkan dengan suara keras untuk memberitahukan masuknya waktu salat fardu dan mengajak kaum Muslimin untuk melaksanakannya secara berjamaah. Azan merupakan syiar Islam yang paling agung dan terlihat nyata di setiap penjuru dunia.

Sejarah Adzan
Sebelum azan disyariatkan, para sahabat di Madinah berkumpul dan menunggu waktu salat tanpa adanya panggilan yang teratur. Mereka pun bermusyawarah untuk mencari cara terbaik mengajak umat Islam salat. Beberapa usulan muncul, seperti menggunakan lonceng seperti umat Nasrani atau terompet seperti umat Yahudi. Namun, ide-ide tersebut ditolak oleh Rasulullah SAW karena kemiripannya dengan tradisi non-Muslim.

Kemudian, datanglah seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi Al-Anshari yang bermimpi. Dalam mimpinya, ia melihat seorang pria berjubah hijau mengajarkan lafadz-lafadz adzan kepadanya. Pria itu mengatakan, "Ini adalah cara terbaik untuk memanggil umat manusia menuju salat." Abdullah bin Zaid segera menceritakan mimpinya kepada Rasulullah SAW. Umar bin Khattab ra. juga datang dan menceritakan mimpi yang serupa. Nabi SAW kemudian membenarkan mimpi tersebut dan memerintahkan Bilal bin Rabah, seorang sahabat yang dikenal memiliki suara merdu, untuk mengumandangkan azan dengan lafaz yang telah diajarkan. Sejak saat itu, azan menjadi syariat yang abadi.

Dalil-dalil Adzan dari Al-Quran dan Hadits
Keberadaan azan disebutkan dalam Al-Quran dan banyak hadis Nabi Muhammad SAW, menunjukkan betapa pentingnya syiar ini.
Dalil dari Al-Quran:
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ma'idah (5): 58:
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ
Artinya: "Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mengerti."
Ayat ini secara implisit merujuk pada azan sebagai seruan untuk salat. Allah mencela orang-orang yang mengolok-olok seruan suci tersebut.
Dalil dari Hadis:
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ
Terjemahan: "Apabila dipanggil untuk salat (dengan azan), setan akan lari sambil terkentut-kentut sehingga ia tidak mendengar suara azan tersebut."
Hadis ini menunjukkan keutamaan dan keberkahan azan yang dapat mengusir setan.

Cara Merespon Panggilan Adzan
Ketika azan berkumandang, seorang Muslim tidak boleh mengabaikannya. Ada adab dan respons yang dianjurkan oleh para ulama:
 * Respon Lisan: Menirukan lafaz azan yang diucapkan oleh muazin, kecuali pada kalimat Hayya 'alash-shalah dan Hayya 'alal-falah, yang diganti dengan Laa haula wa laa quwwata illa billah (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Setelah azan selesai, kita dianjurkan membaca selawat dan doa setelah azan.
 * Respon Tindakan: Menghentikan segala aktivitas yang tidak darurat, baik itu percakapan, pekerjaan, atau hiburan. Ini adalah bentuk penghormatan tertinggi terhadap panggilan Allah.

Apakah Kita Harus Memenuhi Panggilan Kemudian Salat Berjamaah?
Panggilan azan bukan hanya seruan untuk salat, melainkan juga ajakan untuk salat berjamaah. Sebagian ulama (Imam Ahmad), berdasarkan hadis dan praktik Nabi, menegaskan bahwa salat berjamaah di masjid adalah wajib (fardu ain) bagi laki-laki yang balig dan tidak memiliki uzur syar'i. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
Artinya: "Barang siapa yang mendengar panggilan (azan) dan tidak mendatanginya, maka tidak ada salat baginya kecuali karena uzur."

Juga didukung oleh hadits yang lain seperti hadits tentang keinginan Nabi untuk membakar rumah orang yang tidak mau salat berjamaah di masjid. 

Mengabaikan panggilan azan bagi laki-laki adalah tindakan yang  berakibat penyesalan karena bisa dianggap meremehkan syiar Allah dan salat berjamaah.

Kerugian Jika Tidak Menghiraukan Adzan
Meninggalkan respons terhadap adzan, apalagi tidak menunaikan salat setelahnya, adalah perbuatan yang tercela dan mengandung banyak madlorot , di antaranya:
 * Kehilangan Keberkahan: Adzan mendatangkan rahmat dan keberkahan. Mengabaikannya berarti menjauhkan diri dari rahmat Allah.
 * Menipisnya Keimanan: Adzan adalah pengingat akan Allah. Tidak menghiraukannya bisa menjadi awal dari menipisnya iman dan terjerumusnya seseorang ke dalam kemalasan dan dosa.
 * Ancaman yang Keras: Nabi SAW mengancam orang-orang yang tidak mendatangi panggilan adzan, bahkan beliau pernah berpikir untuk membakar rumah-rumah mereka. Ini menunjukkan betapa kerasnya konsekuensi dari mengabaikan panggilan tersebut.

Langkah Konkret Merespon Suara Adzan
Ada beberapa langkah  sederhana namun membutuhkan komitmen yang kuat dalam hal merespon suara adzan:
 * Hentikan aktivitas saat adzan berkumandang.
 * Dengarkan dan ikuti lafadznya dengan saksama.
 * Segera berwudu dan datangi masjid (khususnya bagi laki-laki).
 * Laksanakan salat dengan penuh kekhusyukan.

Kesimpulan
Adzan adalah karunia Allah SWT kepada umat Islam. Ia adalah panggilan suci yang menembus batas-batas waktu dan ruang, membawa pesan ketenangan dan kedamaian. Merespons azan dengan hati yang tulus, baik secara lisan maupun tindakan, adalah wujud cinta dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Mengabaikannya adalah kerugian besar yang dapat mengikis keimanan dan menjauhkan kita dari jalan yang lurus. Mari kita jadikan adzan sebagai penanda awal dari setiap kebaikan, karena di dalamnya terdapat panggilan menuju keselamatan dunia dan akhirat.

"Adzan, panggilan suci yang menghentikan dunia sejenak, agar kita ingat bahwa ada panggilan yang lebih penting dari segala kesibukan."

Share:

03 September 2025

Makmum Masbuq: Pengertian, Hukum, dan Tata Caranya

Dalam setiap salat berjamaah, terkadang ada di antara kita yang terlambat datang, sehingga tidak bisa mengikuti seluruh rangkaian salat dari awal bersama imam. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah makmum masbuq. Memahami apa itu makmum masbuq, bagaimana hukumnya, dan apa saja yang harus dilakukan sangat penting agar salat kita tetap sah dan sempurna.

Pengertian Makmum Masbuq

Secara bahasa, masbuq (مَسْبُوق) berarti "yang didahului" atau "yang tertinggal". Dalam terminologi fikih, makmum masbuq adalah makmum yang tidak mendapatkan takbiratul ihram bersama imam, atau tidak mendapatkan seluruh rakaat salat bersama imam. Dengan kata lain, ia datang terlambat dan baru bergabung dengan jamaah setelah imam selesai membaca Al-Fatihah, atau bahkan ketika imam sudah berada pada posisi ruku, sujud, atau tahiyat akhir.

Hukum Makmum Masbuq

Hukum salat bagi makmum masbuq adalah sah. Seorang makmum yang terlambat tidak kehilangan pahala berjamaah, asalkan ia masih sempat mengikuti salat bersama imam, meskipun hanya satu rakaat atau bahkan satu sujud. Dalil yang menjadi dasar hukum ini adalah sabda Nabi Muhammad ﷺ:

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلَاةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ

Artinya:Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat dari salat, maka ia telah mendapatkan salat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Selain itu, hadis lain juga menyebutkan:

إِذَا أَتَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Artinya:Apabila kalian mendatangi salat, maka hendaknya kalian tenang. Apa yang kalian dapatkan (bersama imam) maka salatlah, dan apa yang luput (terlewat) dari kalian maka sempurnakanlah.” (HR. Al-Bukhari)

Kedua hadis ini menjadi landasan kuat bahwa makmum masbuq tetap mendapatkan keutamaan salat berjamaah dan diwajibkan untuk menyempurnakan bagian salat yang terlewat.

Apa yang Harus Dilakukan Makmum Masbuq?

Ketika seorang makmum datang terlambat dan mendapati imam sudah memulai salat, ada beberapa langkah yang harus ia lakukan dengan benar:

a. Masuk dengan Tenang dan Tidak Tergesa-gesa

Seorang makmum masbuq dianjurkan untuk tidak terburu-buru. Ia harus berjalan dengan tenang dan bersikap wajar menuju shaf, tanpa berlari atau menimbulkan kegaduhan.

b. Langsung Mengikuti Posisi Imam

Setelah sampai di shaf, makmum masbuq harus segera melaksanakan takbiratul ihram (takbir pembuka) dan langsung mengikuti posisi imam saat itu juga. Ia tidak perlu menunggu atau melakukan takbir untuk setiap gerakan.

c. Mengikuti Rangkaian Salat hingga Imam Salam

Makmum masbuq wajib mengikuti seluruh gerakan imam hingga imam mengucapkan salam terakhir. Ia tidak boleh mendahului atau menyempurnakan rakaat yang kurang sebelum imam selesai salam.

d. Menyempurnakan Raka'at yang Kurang

Setelah imam mengucapkan salam, makmum masbuq harus berdiri untuk menyempurnakan rakaat yang terlewat. Tata cara penyempurnaannya adalah sebagai berikut:

  • Jika tertinggal satu rakaat: Setelah imam salam, ia langsung berdiri, menambah satu rakaat lagi dengan membaca Al-Fatihah dan surah, lalu ruku, sujud, dan tahiyat akhir.

  • Jika tertinggal dua rakaat: Setelah imam salam, ia berdiri dan menambah dua rakaat. Pada rakaat pertama, ia membaca Al-Fatihah dan surah, lalu ruku dan sujud. Pada rakaat kedua, ia hanya membaca Al-Fatihah saja (sebagaimana rakaat ketiga dan keempat dalam salat fardhu), lalu ruku dan sujud, kemudian tahiyat akhir.

  • Jika tertinggal tiga rakaat: Setelah imam salam, ia berdiri dan menambah tiga rakaat. Pada rakaat pertama, ia membaca Al-Fatihah dan surah. Pada rakaat kedua dan ketiga, ia hanya membaca Al-Fatihah, lalu diakhiri dengan tahiyat akhir.

Bagaimana Cara Menghitung Jumlah Rakaat yang Didapatkan ?

Sebuah rakaat dianggap sah didapatkan oleh makmum masbuq jika ia sempat ruku bersama imam dalam keadaan tuma'ninah (tenang).

Dalilnya dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّلَاةِ وَالإِمَامُ رَاكِعٌ فَلْيَرْكَعْ وَلاَ تَعُدَّ بِذَلِكَ شَيْئًا، وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ

Artinya: "Apabila salah seorang di antara kalian mendatangi salat dan imam sedang ruku', maka hendaklah ia ruku' (bersama imam), dan jangan menganggap itu (sebagai satu rakaat). Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat, maka ia telah mendapatkan salat." (Hadis ini ada dua riwayat, namun riwayat yang lebih kuat adalah yang menyebutkan bahwa rakaat dihitung jika sempat ruku bersama imam, sebagaimana pendapat mayoritas ulama).

Bagaimana jika makmum (baik masbuq atau tidak) mendapati imam sudah ruku' sementara ia sendiri belum selesai membaca Al-Fatihah?

Ada dua pendapat utama di kalangan ulama:

  1. Pendapat Mayoritas Ulama (Mazhab Syafi'i, Hanafi, dan Maliki): Makmum wajib menghentikan bacaan Al-Fatihahnya dan langsung mengikuti gerakan ruku' imam.

    Alasannya adalah bahwa keutamaan mendapatkan ruku' bersama imam lebih utama daripada menyempurnakan bacaan Al-Fatihah. Rakaat tidak dianggap sah jika makmum tidak sempat ruku' bersama imam. Jadi, prioritas utamanya adalah mendapatkan ruku' bersama imam agar rakaat tersebut terhitung sah.

  2. Pendapat Sebagian Ulama (Mazhab Hanbali): Makmum harus tetap menyelesaikan bacaan Al-Fatihahnya, meskipun imam sudah ruku' atau bahkan sudah sujud.

    Alasannya adalah karena bacaan Al-Fatihah merupakan rukun (syarat wajib) dalam salat, dan rukun tidak boleh ditinggalkan. Namun, ada pengecualian jika makmum khawatir imam sudah bangkit dari ruku' (i'tidal) sebelum ia sempat ruku', maka dalam kondisi ini ia harus segera ruku' bersama imam agar tidak ketinggalan. Kewajiban utama makmum dalam salat berjemaah adalah mengikuti imam. Meskipun membaca Al-Fatihah adalah rukun salat, namun saat berada dalam jemaah, rukun tersebut memiliki batasan waktu yang terikat dengan gerakan imam.

Kesepakatan Ulama

Para ulama sepakat bahwa jika imam sudah ruku' dan makmum belum selesai membaca Al-Fatihah, maka makmum harus segera ruku' bersama imam. Dalam kondisi seperti ini, rukun membaca Al-Fatihah bagi makmum dianggap gugur karena uzur (halangan) untuk menjaga keteraturan salat berjemaah.

Salat berjemaah menuntut adanya keseragaman gerakan. Prioritas utama makmum adalah menjaga keselarasan dengan imam. Jika makmum tidak segera ruku' dan memilih untuk menyelesaikan bacaan Al-Fatihah, maka ia akan tertinggal dari jemaah dan bisa merusak salatnya sendiri.

Referensi : AlKutub alMu'tabaroh


Share:

Postingan Populer